Singkap Misteri Laut Jawa, Kisah Kapal Sekutu Sampai U-Boot Jerman

By Fikri Muhammad, Sabtu, 27 Juni 2020 | 01:09 WIB
Cawan yang berhasil ditemukan oleh tim arkeolog di repihan U-Boot di dasar Laut Jawa. Cawan berlabel simbol Nazi buatan Rieber Mitterteich 1941. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Pada situasi kabin kapal yang gelap di dasar lautan. Banyak sisa-sisa tulang belulang dari kru kapal beserta artefak lainya. 

"Kita juga analisis sisa-sisa tulang manusia yang tidak kita bawa ke daratan. terbukti itu adalah ras kaukasian dan Jermanik. Penemuan ini kapal U-Boot Jerman yang dikendalikan oleh orang Jerman sendiri. Karena banyak juga kapal U-Boot yang dihibahkan ke tentara jepang," tambahnya. 

Kondis U-Boot yang ditemukan tinggal setengah. Bagian buritanya hilang. Setelah di analisis, kapal itu ditembus oleh torpedo dan meledak di dalam. Sehingga bagian buritan yang memiliki propeler itu masih jalan. Dua bagian ini terpisah dan buritan bisa tenggelam di lautan yang lebih dalam.

Adhit mengatakan bahwa saat kapal ini tenggelam, mereka baerada di posisi battle station, hal itu terlihat dari penemuan aju pelampung yang menempel di sela-sela tulang. 

U-Boot bertipe IXC/40 ini cuup unik karena tenggelam di perarian cukup dangkal di 18-24 meter. Namu para arkeolog masih sulit mengidentifikasi apakah temuan itu adalah U-168 atau U-183.

Mengungkap misteri bagaimana U-Boot bisa sampai ke Indonesia, Adhit menjelaskan bahwa pada PD II terdapat Monsun Gruppe. Sebuah resimen gabungan antara Jepang dan Jerman. Skuadron ini adalah jawaban atas Jerman yang membutuhkan bahan dasar.

"Jepang membutuhkan perairan kita karena minyak. Mereka ingin memutus jalur logistik sekutu dari Asia-Eropa, ini adalah operasi gabungan di Samudra Hindia, Jepang dan Jerman di wilayah yang sama," tutupnya. 

Pada kesimpulan seminar, Adhit menyampaikan bahwa kapal U-Boot ini adalah penemuan arkeologi pertama dan satu satunya di perairan Asia. Ini merupakan bukti dan bab baru dalam sejarah nasional dan asia menurutnya.

Mahandis Yoanata Thamrin menutup diskusi dengan mengutip perkataan UNESCO. "Lautan adalah museum terbesar yang kita miliki."