Resesi Mengintai Indonesia, Apa Penyebab dan Akibatnya?

By National Geographic Indonesia, Kamis, 13 Agustus 2020 | 19:03 WIB
Tampilan uang Rupiah dengan desain baru yang resmi diluncurkan oleh Bank Indonesia. (Sakina Rakhma Diah Setiawan/Kompas.com)

Menurut Abdul Manap Pulungan, Peneliti Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), beberapa dampak resesi sudah mulai bisa terdeteksi saat ini.

Mandeknya roda perekonomian telah membuat meningkatnya angka pengangguran.

Pemerintah sampai saat ini belum merilis angka terbaru. Namun menurut angka terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Februari, pengangguran berjumlah 6,88 juta orang atau naik 60,000 orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Bertambahnya pengangguran dan berkurangnya pendapatan karena pandemi COVID-19 juga diprediksi akan meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia.

BPS baru-baru ini merilis angka kemiskinan yang naik menjadi 9,78%. Kemiskinan di perdesaan naik menjadi 12,82% dan di perkotaan naik menjadi 7,38%. Jika resesi terjadi maka angka kemiskinan akan terus mengalami kenaikan.

Sementara itu rasio Gini yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan masyarakat naik tipis menjadi 0.381 di bulan Maret secara nasional.

Jika rasio mendekati angka nol maka terjadi pemerataan, namun semakin membesar mendekati angka 1 berarti terjadinya ketimpangan di masyarakat.

Menjaga daya beli masyarakat sangat penting

Untuk menghindari terjadinya resesi, pemerintah harus mempercepat realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sehingga bisa mendorong sisi permintaan atau daya beli dari masyarakat.

Program PEN sendiri mempunyai anggaran yang mencapai Rp 695,2 triliun, namun hanya 19% dari total anggarannya yang sudah terserap dikarenakan proses birokrasi pemerintah yang rumit dan tidak efektif.

“Penyerapan yang rendah (pencairan dana yang lambat) adalah karena masalah prosedural dan kurangnya koordinasi antar lembaga, juga ada masalah di database yang kurang akurat sehingga ada masalah di penyaluran, dan juga beberapa program yang kurang efektif seperti kartu Prakerja karena akan lebih efektif pakai BLT (bantuan langsung tunai),” ujar Eric.

Pemerintah harus memikirkan strategi bagaimana agar bisa keluar dari resesi, khususnya pemulihan dari segi permintaan yaitu daya beli masyarakat dan konsumsi.

Program PEN sebenarnya sudah mencakup langkah-langkah penting yang harus dilakukan, yaitu memberikan BLT dan juga bantuan sosial (bansos) untuk memperbaiki daya beli masyarakat dan juga insentif untuk dunia usaha khususnya untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berupa tambahan modal dan pengurangan atau penjadwalan utang.