Pengelolaan Sampah di Indonesia Masih Buruk, Perlu Kolaborasi dan Revolusi

By Gita Laras Widyaningrum, Sabtu, 22 Agustus 2020 | 09:18 WIB
Ilustrasi sampah plastik di laut (Magnus Larsson/Getty Images/iStockphoto)

“Kami berharap studi ini dapat memberikan input yang strategis bagi Unilever Indonesia dan memudahkan kami dalam melakukan pengumpulan dan memproses kemasan plastik sehingga dapat memenuhi komitmen 2025 tadi. Kami juga berharap penelitian tersebut dapat bermanfaat bagi pihak lainnya, termasuk pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan yang terlibat dalam mata rantai ini,” pungkas Nurdiana.

Dari sektor informal hingga formal

Saleh Nugrahadi, Plt. Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, mengatakan bahwa studi terbaru tersebut sangat krusial bagi pemetaan sampah plastik karena saat ini data sampah masih belum terorganisis dengan baik. Meski begitu, menurutnya yang terpenting adalah apa aksi yang bisa dilakukan setelah studi.

Dengan kolaborasi, Saleh berharap bisa meningkatkan kapasitas daur ulang dan juga meningkatkan taraf hidup pemulung. “Dari penelitian tersebut, kita bisa melihat bahwa peran pemulung lebih dominan dibanding yang lainnya dalam sistem,” ungkapnya.

Selain itu, ia menekankan pentingnya edukasi masyarakat. Sebab, di beberapa wilayah, peran warga masih sangat rendah. Ia berharap, setiap rumah tangga mampu memilah sampahnya sendiri.

“Penanggulangan sampah ini tidak bisa dilakukan setahun atau dua tahun. Mungkin pemerintah bisa membuat banyak TPS, tapi kalau tidak ada peran dan kesadaran warga, maka proses pembersihan bisa memakan waktu sangat lama,” papar Saleh.

Sekitar delapan juta ton sampah plastik berakhir di lautan setiap tahunnya. (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Ari Sugasri, Kasubdit Sampah Spesifik dan Daur Ulang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, juga menyadari bahwa sektor informal memberi kontribusi besar bagi proses daur ulang. Meski begitu, setiap pihak memiliki peran penting dalam prosesnya.

“Peran semua sektor sangat dibutuhkan untuk pengelolaan sampah. Sebagai contoh, Bank Sampah tidak akan hidup tanpa dukungan pemerintah daerah. Begitu juga sebaliknya,” kata Ari.

Dalam skala yang lebih luas, pemerintah Indonesia juga telah bekerjasama dengan Bank Dunia untuk menangani masalah sampah plastik. Disampaikan oleh Andre Aquino, Senior Natural Resources Management Specialist World Bank, salah satu kolaborasi yang dilakukan adalah dengan membentuk program penanganan sampah di sungai Citarum.

Baca Juga: Mikroplastik Ditemukan di Organ dan Jaringan Tubuh Manusia Untuk Pertama Kalinya

Kini, Bank Dunia dan pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk meningkatkan pemahaman tentang sampah plastik—seberapa banyak yang berakhir di lautan, dari mana asalnya, dan apa dampaknya bagi perairan Indonesia.

Selain itu, mereka juga sedang mengembangkan beberapa kebijakan mengenai sampah plastik yang diharapkan dapat bermanfaat. Dimulai dari langkah sederhana seperti program Reduce, Reuse, and Recycle, hingga yang lebih luas seperti pembatasan kantung plastik sekali pakai, peningkatan regulasi dan standar kemasan plastik bagi para produsen, mengedukasi perubahan perilaku dan inovasi teknologi.

“Kami yakin, dengan kebijakan dan instrumen yang tepat, Indonesia dapat menangani dan mengurangi jumlah sampah plastik pada 2025,” pungkasnya.