Nationalgeographic.co.id - Saat berumur 6 tahun, ia berhasil menangkap seekor ular coklat berbisa sementara kebanyakan anak seumurannya (bahkan orang dewasa) takut hanya dengan memikirkan mahluk itu saja.
Tiga tahun kemudian, hasratnya untuk berinteraksi dengan satwa liar semakin kuat. Steve cinta semua mahluk hidup dan ia mampu mengatasi mereka.
Pada 1991, Steve mulai mengelola kebun binatang yang sudah dijalani orang tuanya sejak 1970, yakni Beerwah Reptule and Fauna Park--sekarang berubah nama menjadi Australian Zoo.
Baca Juga: Pendiri Kompas Gramedia dan Tokoh Pers Jacob Oetama Meninggal Dunia
Kepribadiannya yang antusias membawa Steve hingga ke ranah televisi. Yang paling membuatnya terkenal adalah seri televisi berjudul The Crocodile Hunter yang tayang sejak 1997 hingga 2004.
Steve menikahi seorang naturalis Amerika bernama Terri Irwin dan memiliki anak perempuan bernama Bindi dan anak lelaki bernama Robert.
Suatu waktu ia akan berangkat untuk berperan di suatu tayangan film dokumenter di Queensland's Batt Reef. Ia telah telah terlibat dalam acara televisi spesial pada 2001 dengan judul The Ten Deadliest Snakes in the World. Oleh sebab itu, serial baru berjudul Ocean's Deadliest itu tidak mengganggunya sama sekali. Malah, Steve berkomitmen untuk menyebar kasih sayang terhadap semua mahluk.
"Saya percaya jika kita tidak bisa membawa hewan masuk ke hati manusia, mereka akan segera punah," katanya pada Larry King pada 2004. "Kita kehabisan waktu sekarang."
Sedikit yang ia tahu, itu adalah mahluk laut—salah satu yang bahkan tidak dianggap berbahaya— yang merengut nyawanya pada 4 September 2006, saat ia berumur 44 tahun.
Saat Steve meninggal, banyak kabar kematian yang berkembang. Namun, seseorang yang berada di sampingnya saat kejadian, akhirnya menceritakan secara detail tentang kematian Steve dalam acara Australia's Morning Show Studio 10, pada 2014 lalu--delapan tahun setelah kematiannya.
Seorang kameraman bernama Justin Lyons telah bekerja bersama Steve hingga 15 tahun lamanya. Steve pun menganggapnya sebagai 'teman baik' dan 'tangan kanannya'.
Justin juga tahu betapa antusiasnya Steve saat mengerjakan projek dokumenter di mana mereka harus berhadapan dengan makhluk berbahaya di lautan, seperti hiu dan ular.
"Meski hewan liar bisa membuat orang merasa ngeri, tapi itulah yang dicintai oleh Steve, jadi ia sangat gembira," ungkap Justin.
Di hari kedelapan pencarian gambar hiu macan, cuaca buruk menghalangi mereka. “Steve seperti harimau yang dikurung ketika dia tidak bisa melakukan sesuatu, terutama di atas kapal,” kata Justin.
“Jadi dia berkata, 'Ayo pergi dan lakukan sesuatu!'. Kami pun melompat ke [perahu] tiup dan pergi mencari sesuatu untuk dilakukan.”
Tidak memakan waktu lama bagi mereka untuk menemukan seekor ikan pari raksasa dengan lebar delapan kaki, itu akan menjadi gambar yang sempurna untuk proyek lain yang sedang mereka buat.
"Ikan pari normalnya sangat tenang. Jika ia tidak mau anda berada di sekitarnya, mereka akan berenang pergi—mereka perenang yang sangat cepat," jelas Justin.
Keadaan berlangsung baik dan mereka berpikir untuk pengambilan gambar terakhir. Ikan pari yang berada di antara Steve dan Justin akan berenang ke arah kamera dan ia akan merekam pari yang menjauh.
Namun, hal itu tidak terjadi sesuai rencana. "Tiba-tiba, pari bertumpu pada bagian depannya dan mulai menusuk liar dengan ekornya, ratusan serangan dalam beberapa detik," kenang Justin.
Pari tersebut mungkin mengira bayangan Steve adalah hiu macan, yang memakan mereka secara teratur, jadi ia mulai menyerangnya.
Bahkan dalam situasi seperti itu, Justin masih fokus pada pekerjaanya. "Kami memiliki aturan bahwa jika Steve terluka, kami harus tetap merekam apa pun yang terjadi," katanya dalam wawancara.
Setelah Justin berbalik, ia menyadari serangan itu bukan suatu yang biasa. "Steve berdiri di genangan darah yang sangat besar sehingga saya menyadari bahwa ada yang tidak beres," katanya.
Prioritasnya adalah keluar dari air agar tidak menarik perhatian hiu karena darah di mana-mana. Justin mengklarifikasi beberapa laporan yang mengatakan bahwa Steve menarik sendiri duri ikan pari yang tertancap di badannya. Justin mengatakan itu tidak terjadi karena duri tajam bergerigi menembus dada Steve seperti pisau panas menembus mentega.
Awalnya, Steve mengira itu menusuk paru-parunya. Justin mengatakan, ada luka dua inci tepat di jantungnya dengan darah mengalir.
Baca Juga: Misteri yang Mengelilingi Kematian Aktor Bela Diri Bruce Lee
Justin akhirnya membawa Steve kembali ke perahu karet, dengan salah satu anggota kru menutupi luka. Justin mengingatkan Steve untuk tetap sadar dan memikirkan tentang anak-anaknya: "Dia dengan tenang menatapku dan berkata, 'Aku sekarat'—dan itu adalah hal terakhir yang dia katakan."
Ketika mereka kembali ke kapal utama bernama Croc 1, Justin memulai CPR padanya. “Kami mengharapkan keajaiban. Saya benar-benar melakukan CPR padanya selama lebih dari satu jam."
Namun, ketika mereka akhirnya membawanya ke rumah sakit, prognosisnya jelas. "Mereka menyatakan Steve meninggal dalam 10 detik setelah melihatnya," pungkas Justin.