Bincang Redaksi: Racikan Bersantap Keluarga Bupati Jawa Masa Hindia Belanda

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 22 Oktober 2020 | 14:40 WIB
Bupati Pasuruan K.R.M.A.A Harjosoegondo bersama Kapiten Tionghoa dan Residen Belanda, sekitar akhir abad ke-19. (Foto Koleksi Resto Inggil, Malang. Repro oleh FX Domini BB Hera)

Nationalgeographic.co.id—Setiap racikan masakan boleh jadi mewakili riwayat sebuah kota atau keluarga.

Pada akhir abad ke-19, terdapat salah satu racikan lauk papan atas yang tersaji di meja makan Bupati Pasuruan. Resepnya berasal dari istri Kapitan Tionghoa di kota itu. Nama masakan itu belatung ayam. Cara membuatnya, ayam dimasukkan dalam bumbu selama sepuluh hari sampai muncul belatung.

Kita mungkin bergidik saat membaca nama dan bagaimana sang peracik membuatnya. Namun, saat itu lauk belatung ayam menjadi salah satu sajian lezat untuk kalangan terhormat.

Rasa adalah bagian dari petualangan. Informasi rasa yang mampu didefinisikan indera pencecap kita telah dibentuk dari pengalaman dan petualangan sepanjang sejarah evolusi manusia. Apabila evolusi manusia itu soal waktu dan kebiasaan, rasa pun telah menjadi bagian perjalanan waktu.

Setiap keluarga memiliki citarasa yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Di sinilah peran sang peracik sebagai pembawa pesan tradisi untuk generasi berikutnya. Ada kalanya, rasa pun menjadi perkara sakral karena terkait tradisi keluarga.

Baca Juga: Pesjati, Takdir Balita Penyintas Pagebluk Pes di Hindia Belanda

Lukisan potret K.R.M.A.A. Harjo Soegondo, Bupati Pasuruan yang menjabat pada periode 1883-1902. Dokumentasi keluarga R.Ay. Koes Dwayati Soegondo Coleman. (Reproduksi foto oleh Satrya Paramanandana)

Para Bupati biasa menggelar santap bersama dengan para kerabat besar, residen dan opsir Tionghoa. Demi menghormati ragam tetamu, santap bersama akan menyajikan beragam racikan masakan. Bagaimana racikan menu bersantap yang hadir di meja keluarga Bupati pada zaman Hindia Belanda?

“Melalui Bincang Redaksi ini saya berbagi mengenai pengetahuan budaya kuliner yang ada dalam keluarga kami berikut ritusnya,” kata Raden Ayu Koes Dwayati Soegondo Coleman.

Mevrouw Ayu, demikian sapaan akrabnya, adalah cucu K.R.M.A.A. Harjo Soegondo, Bupati Pasuruan yang menjabat pada periode 1883-1902. Dia juga merupakan keturunan wangsa Mangkunegara IV.

Tradisi di keluarganya memiliki perbedaan dengan keluarga yang hidup di dalam lingkungan Pura Mangkunegaran. Sebagai contoh keterampilan eyang putrinya, yang bernama R.Ay. Siti Arminah—istri Bupati Wonogiri Djajawirana yang kemudian menjadi Patih Pasuruan. “Eyang putri saya memiliki segudang keterampilan seperti memasak, menggowok ayam, bahkan memberi jamu untuk kuda,” ungkap Mevrouw Ayu.

Baca Juga: Karut-Marut Pagebluk Pes Pertama di Hindia Belanda