Kisah Surat Wiyoto, Melindungi Hidup Merak Hijau Demi Lestarikan Reog Ponorogo

By Yussy Maulia, Senin, 30 November 2020 | 14:17 WIB
Burung merak hijau di penangkaran Pak Surat Wiyoto di Madiun. ()

Nationalgeographic.co.id – Seiring dengan modernisasi kesenian reog ponorogo semakin terimpit. Bukan hanya jumlah pelaku keseniannya yang merosot, ketersediaan bahan untuk membuat dadhak merak yang jadi daya tarik utama kesenian pun semakin langka.

Sebagai informasi, dadhak merak—topeng raksasa yang digunakan dalam kesenian—dibuat dari bulu merak hijau atau dalam bahasa ilmiah disebut Pavo muticus. Namun, konservasi kesenian ini perlahan menemukan titik terang. Terutama dalam hal penyediaan bahan pembuat dadhak merak.

Harapan tersebut datang dari Surat Wiyoto, seorang petani di Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, yang membuat penangkaran merak hijau. Surat sebelumnya tidak pernah belajar mengenai konservasi hewan endemik Pulau Jawa tersebut.

Kisahnya membuat penangkaran tersebut diawali dari sebuah ketidaksengajaan. Ia mengenang, suatu hari pada 1998, dirinya menemukan empat butir telur merak hijau saat sedang mencari rumput di Hutan Sampung.

Baca Juga: Data Terbaru: Tiga Miliar Hewan Terdampak Kebakaran Hutan Australia

“Telur-telur tersebut kemudian saya letakkan bersama ayam-ayam di kandang berukuran 4x4,5 meter. Lima belas hari kemudian telur-telur itu menetas. Saya mendapati dua ekor betina dan dua ekor jantan,” kisah Surat kepada tim National Geographic Indonesia ketika berkunjung ke penangkaran miliknya, Rabu (18/11/2020).

Dengan telaten Surat mengurus dua pasang merak hijau tersebut hingga akhirnya berkembang biak. Namun, niat baiknya merawat dan meneruskan hidup merak-merak hijau tersebut sempat membuatnya terjerat masalah.

Ia tidak tahu bahwa membuat penangkaran satwa langka seperti merak hijau memerlukan izin. Alhasil, penangkarannya dianggap ilegal. Pada 2010, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur Wilayah 1 Madiun menyegel penangkaran milik Surat.

Pengendali Ekosistem Hutan BBKSDA Jawa Timur Wilayah 1 Madiun Tri Wahyu Widodo, yang juga turut hadir pada kesempatan tersebut menceritakan, saat itulah Surat Wiyoto mulai mengajukan izin penangkaran.

“Waktu itu sudah ada anakannya. Empat tahun kemudian baru (Surat) mengantongi izin,” ujar Tri.

Baca Juga: Proyek 'Membiakkan dan Melepaskan' Selamatkan Kucing Liar Skotlandia

Ia berpendapat, upaya penangkaran yang dilakukan oleh Surat sebenarnya terpuji asalkan berizin. Pasalnya, merak hijau memang dibutuhkan untuk pembuatan dadhak merak. Tri menjelaskan, dengan kelangkaan bulu merak hijau, banyak pengrajin dadhak merak mengimpor bulu merak secara ilegal.