Nationalgeographic.co.id - Manusia era paleolitik telah melakukan migrasi sekitar 50.000 tahun lalu hingga bisa tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Beberapa penelitian pun menyebutkan bahwa nenek moyang kita dan yang berada di dataran Sahul berasal dari dataran Asia yang melakukan migrasi pelayaran.
Namun, proses migrasi tersebut menimbulkan teka-teki mengenai motif dan bagaimana caranya masyarakat paleolitik melakukannya hingga bisa tiba di pulau-pulau terpencil seperti Kepulauan Ryukyu, hingga ke dataran Sahul dan kepulauan Pasifik lainnya. Sebab kepulauan di sekitar Pasifik relatif memiliki ketinggian dataran yang rendah, sehingga sangat mustahil jika manusia era paleolitikum memang sudah berencana untuk menginjakan kaki di pulau-pulau tersebut.
Baca Juga: Tapak Jejak Genetika: Kita Adalah Campuran Berbagai Macam Moyang
Untuk mencari tahu, Yousuke Kaifu dari University of Tokyo bersama timnya, mempelajari bagaimana manusia bermigrasi dari Taiwan, dapat menuju Kepulauan Ryukyu, Jepang.
"Ada banyak studi tentanng migrasi era Paleolitik ke Australia dan daratan tetangganya, seringkali ditanyakan apakah perjalanan ini tidak disengaja atau disengaja?" terang Kaifu, dilansir dari Eurekalert.
"Penelitian kami meneliti secara spesifik tentang migrasi ke Kepulauan Ryukyu, sebab secara historis sangatlah sulit untuk sampai ke sana," tambahnya.
Baca Juga: Migrasi Manusia dan Perjalanan Sejarah Melanesia di Indonesia
Antara Taiwan dan Kepulauan Ryuku, meskipun jaraknya berdekatan, terdapat selat kecil yang memiliki arus terkuat di dunia. Mereka menduga jika migrasi itu dilakukan sengaja, tentulah bisa disebut sebagai ekspedisi yang nekat.
Kaifu menyebutkan, bahwa penelitiannya dilakukan dari berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan 138 pelampung yang dilacak oleh satelit untuk melihat jalur pelayaran, dari Taiwan dan Luzon ke Kepulauan Ryukyu terdekat. Percobaan yang dilakukan melalui pelampung tersebut dilakukan dari 1989 hingga 2017.
Tim penelitian juga mencari tahu mengenai arus laut di kawasan tersebut berdasarkan catatan geologi pada masa itu. Mereka menemukan bahwa arus di selat antara Taiwan dan Kepulauan Ryukyu tidak mengalami perubahan sejak 100.000 tahun yang lalu, sehingga percobaan masuk akal untuk dilakukan.
"Hanya empat pelampung yang datang dalam jarak 20 kilometer di salah satu Kepulauan Ryukyu, itu pun disebabkan karena kondisi cuaca yang buruk," jelasnya.