Desanya Tak Lagi Membara, Warga Sei Pakning Dulang Berkah Wangi dari Lahan Gambut

By Sheila Respati, Rabu, 9 Desember 2020 | 11:19 WIB
Ketua Unit Serai Wangi Subekti mengamati proses penyulingan minyak atsiri serai. (National Geographic Indonesia)

Baca Juga: Tata Kelola Gambut di Papua Demi Keberlangsungan Hidup Warga

BUMDes Mekar Jaya kemudian membentuk unit khusus untuk mengembangkan produksi penyanitasi tangan berbahan minyak atsiri serai dengan nama Unit Serai Wangi.

Ketua Unit Serai Wangi Ahmad Subekti mengatakan, sebelumnya serai wangi tidak pernah dipandang sebagai tanaman bernilai tinggi.

Produk penyanitasi tangan buah tangan warga Desa Pakning Asal diberi merek Meekkaar (National Geographic Indonesia)

“Kami tahunya serai digunakan untuk memandikan jenazah. Selain itu, hanya untuk minyak oles-oles saja. Setelah mendapat pelatihan, kami tahu bisa dijadikan hand sanitizer,” ujarnya.

Untuk memenuhi kebutuhan bahan pembuat cairan penyanitasi tangan, Unit Serai Wangi membeli daun serai dari kebun-kebun milik warga. Subekti menjelaskan, daun serai dihargai Rp 500 per kilo.

Daun kemudian diproses dengan metode distilasi hingga menghasilkan minyak atisiri. Untuk membantu pengemasan, BUMDes merangkul para ibu yang tergabung dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS).

Baca Juga: Bertani di Lahan Gambut

“Hingga saat ini kurang lebih 3.000 sampai 4.000 botol sudah kami produksi. Ada yang kemasan 1,5 liter, 500 ml, 60 ml, dan 30 ml. Terbanyak pesanan 60 ml yang kami pasarkan dengan harga Rp 18.000 satu botol,” ujarnya. 

Subekti mengaku, saat ini produksi penyanitasi tangan berbahan serai wangi tersebut memang belum dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup warga. Namun, setidaknya produksi penyanitasi tangan telah membantu roda perekonomian desa kembali bergerak di tengah pandemi Covid-19.

“Ke depannya, minyak atsiri serai wangi akan dijadikan produk-produk yang lebih bernilai jual seperti sabun, pengharum ruangan, dan minyak telon,” ujarnya.

Mengubah bara menjadi berkah