Kemudian dua buah tangga di bagian timur merupakan pintu masuk utama menuju kanga. Pada umumnya, banyak orang yang hendak menuju ke kanga melewati tangga ini. Selain itu, terdapat dua buah tangga yang sangat tinggi menghubungkan kanga dengan pemukiman warga di bagian utara. Kedua tangga ini tidak memiliki pagar pelindung sehingga jarang orang melewati tangga ini pada hari biasa, tetapi pada pesta adat, tangga ini hanya dilewati oleh mosalaki dan ana kalo fai walu dari Embu Bapu dan Embu Ndosi.
Baca Juga: Cerita Perempuan Tionghoa dalam Lintasan Peristiwa Sejarah Indonesia
Tubumusu, keda dan kanga menjadi simbol utama kampung adat Wolotolo. Tubumusu dipandang sebagai lambang kekuasaan atau keperkasaan mosalaki (tetua adat) sekaligus sebagai kelanjutan wewenang yang diwariskan oleh leluhur.
Sedangkan kanga merupakan pelataran yang melingkari tubumusu, sebagai pusat segala ritus seremoni adat sekaligus tempat berlangsungnya gawi (tarian adat Ende Lio) ketika ada ritus tertentu.
Tubumusu berbentuk lonjong dan kanga berbentuk lingkaran yang secara asosiatif menghubungkan orang pada bentuk kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini juga dihubungkan dengan ungkapan pada saat memberikan sesajen di pelataran suci yakni “pa’a gha fi’i tubu, rewu gha wiwi kanga” yang berarti “berilah makanan untuk tubumusu, tebarlah melalui mulut kanga”.
Mulut atau wiwi pada kanga dapat diasosiakan dengan kelamin perempuan dan tubumusu adalah simbol laki-laki perkasa yang sepadan dengan watu (batu), kekuatan yang menyiram kanga yang adalah perempuan yang dihubungkan dengan tanah, kekuatan yang merahimi dan menumbuhkan kehidupan yang sering disebut perkawinan kosmos.
Selanjutnya, salah satu unsur lain pembentuk kampung adat ialah keda. Syarat utama agar boleh membangun keda di wilayah Lio dan sekitarnya ialah hubungan kekerabatan atau keturunan langsung Lepembusu. Keda semacam kuil ini menjadi tempat berdiam leluhur yang dipandang sebagai tempat keramat yang bisa membantu dan mencelakakan manusia. Oleh karena itu, orang dilarang untuk menyentuh keda sesukanya atau menarik alang-alang dari atapnya terutama kaum perempuan.
UNTOLD FLORES merupakan perjalanan untuk menyingkap sejarah, budaya, alam, dan cerita manusia di Flores, Nusa Tenggara Timur. Tujuannya, membangkitkan gairah perjalanan wisata berbasiskan narasi tentang sebuah tempat, sekaligus membangun kesadaran warga dan pejalan tentang pentingnya memuliakan nilai-nilai kampung halaman. Perjalanan ini merupakan bagian penugasan National Geographic Indonesia,yang didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.