Merapah Rempah: Mengungkap Narasi Asal-Usul Kesejatian Indonesia

By Fikri Muhammad, Jumat, 15 Januari 2021 | 11:18 WIB
Peta (Willem Janzoon Blaeu)

Kayu manis adalah salah satu jenis rempah. Ia bisa dimanfaatkan kulitnya, daunya, rantingnya, dan batangnya. Kayu manis juga dikategorikan sebagai pohon industri. Karakteristiknya juga disukai oleh pasar. 

Indonesia patut berbangga dengan kayu manis, karena ia asli Indonesia dan tersebar di Malaysia, Filipina, Hawai, dan Eropa. Sudah sejak 5000 tahun lalu kayu manis dimanfaatkan oleh raja-raja kuno. Sebagai balsem tubuh, pewangi ruangan, konsumsi, dan pengawetan daging.

Kayu manis memang menjadi aset bangsa yang khas. Tetapi saat ia sudah menyebrangi lautan, sudah tidak berlaku lagi kepemilikan kayu manis dari Indonesia. Sidi Rana Manggala, Peneliti Kayu Manis dan Kandidat Doktor di Ghent University Belgia mengatakan bahwa kayu manis yang sudah dijadikan komoditi di Barat tidak diakui milik Indonesia

Mereka mengakui bahwa kayu manis adalah hak miliknya. Bakan Amerika membuat Cinnamon Day menjadi perayaan hak milik kayu manis versi mereka. "Mengapa Indonesia tidak punya kepemilikan terhadap komoditas historis ini?" tanya Sidi.

Baca Juga: Rupa Pulau Jawa Bingungkan Penjelajah Samudra Abad Ke-16

Kayu manis. (Thinkstock)

Banda dahulu dan sekarang adalah tempat perburuan rempah. Keberadaanya menjadi titik awal bermulanya penjajahan Nusantara. Salah satu daerah yang menari jika kita ingin bicara rempah.

Pala di Kepulauan Banda adalah komoditas yang bisa kita reflektidkan dengan penjajahan masa lalu dan kehidupan berbangsa hari ini, menurut Muhammad Fadli, Kontributor Foto National Geographic Indonesia.

"Buat saya, ini semacam awal dari upaya dekolonisasi. Mungkin dengan mengakui apa yang terjadi di masa lalu, kita mengetahui betul-betul seperti apa kejadianya. Ada kontribusi pemikiran bangsa. Banda keitka belanda datang dijadikan monopoli pala. Mereka membantai banyak masyarakat di sana," kata Fadli.

Sebelum Belanda datang, Banda dijadikan sentra dagang. Seperti orang Maluku yang bawa burung cendrawasih. Kepulauan ini dahulu menurut Fadli ditemukan oleh bangsa Portugis, dilanjutkan Belanda dan Inggris. Tapi jauh sebelum mereka, orang Arab dan Tionghoa sudah datang lebih dulu untuk dagang.

Orang Banda, menurut Fadli tidak ada yang benar-benar asli. Sejak Belanda membantai habis penduduk Banda pada 1621 dan monopoli pala, mereka kekurangan pekerja. Didatangkanlah orang dari Buton, Jawa, dan Melayu.

Banda sudah jadi pusat bisnis sejak dulu dan sejarahnya kaya. Tapi yang jadi catatan bagi Fadli, banyak anak Banda sekarang tidak melihat masa depan pulau itu. Mereka memilih merantau keluar Banda.

 Baca Juga: Pesona Lada Aceh, dari Ottoman hingga Eropa Barat

Pulau Banda, Maluku. (Zika Zakiya)

Sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi kita untuk menyelisik dan mengungkap kembali nama jalur rempah. Jalur ini tidak hanya berkait rempah, tetapi juga bicara perkembangan budaya, religi, dan gaya hidup yang luas menurut Managing Editor National Geographic Indonesia, Mahandis Yoanata Thamrin. 

"Ini adalah tema dunia, di sinilah National Geographic Indonesia bisa turut tampil melalui Merapah Rempah. Narasi ini membantu menyusuri siapa sejatinya kita. Kita adalah sanubari-sanubari yang terbentuk dari pertemuan ribuan tahun silam," katanya menutup acara Bincang Redaksi.

Edisi Khusus Jalur Rempah: Merapah Rempah, terbit sebagai sisipan edisi reguler Januari 2021. (National Geographic Indonesia)