Nationalgeographic.co.id—Berbagai mamalia tertidur panjang selama musim dingin, atau biasa disebut berhibernasi. Sayangnya, manusia tidak memiliki kemampuan itu, meski jika Anda ingin sekali melakukannya.
Tetapi penelitian terbaru diterbitkan bulan ini, menguak kemampuan tersebut ada pada manusia purba. Meski hasilnya masih terlalu dini dan membutuhkan penelitian lebih lanjut, penemuan tersebut menyatakan bahwa manusia purba meski memiliki kemampuan, tapi tak sebesar kemampuan mamalia lainnya seperti beruang.
Hibernasi sangat berisiko bagi individu dari spesies tersebut, karena dapat terserang beberapa penyakit, yang umumnya menyerang ginjal setelah hibernasi bila tak memiliki cadangan yang cukup sebelumnya.
Baca Juga: Homo Erectus Bumiayu, Temuan Arkeologi Manusia Purba Tertua di Jawa
Fosil berusia 430.000 tahun yang ditemukan di Gua Sima de Los Huesos, Atapuerca, Spanyol utara tersebut menjadi bukti bahwa salah satu spesies nenek moyang kita, Homo heidelbergensis melakukannya setelah ditinjau oleh arkeolog.
“Bukti penyembuhan tahunan yang disebabkan oleh hibernasi, tidak dapat ditoleransi pada individu remaja (yang menunjukkan) adanya pubertas yang berselang tahunan dalam populasi ini,” tulis Antonis Bartsiokas dari Democritus University of Thrace, Yunani, dan Juan-Luis Arsuaga dari Universidad Complutense de Madrid, dalam temuan mereka yang dipublikasikan di ScienceDirect.
“Hipotesis hibernasi yang konsisten (itu), dengan bukti genetik, dan fakta bahwa hominim Sima de Los Huesos hidup selama zaman es,” ungkap mereka.
Menurut pengamatan mereka, homonim purba ini belum siap berhibernasi, karena pada kerangka mereka memiliki kecatatan seperti, kekurangan vitamin D, tak memiliki cadangan lemak yang cukup, dan pada remajanya memiliki pertumbuhan musiman yang tak lazim.
"Gagasan bahwa manusia dapat menjalani keadaan hipometabolik yang dianalogikan dengan hibernasi mungkin terdengar seperti fiksi ilmiah, tetapi fakta bahwa hibernasi digunakan oleh mamalia dan primata yang sangat primitif, menunjukkan bahwa dasar genetik dan fisiologi untuk hipometabolisme semacam itu dapat dipertahankan di banyak spesies mamalia. termasuk manusia, " terang Bartsiokas dan Arsuaga.
Baca Juga: LIPI Menerbitkan Buku Berseri Tentang Perhitungan Danau di Indonesia
Ditambah pula keberadaan mereka yang ditemukan di Gua Sima yang menjadi daya tarik untuk dicocokkan dengan pola hibernasi mamalia pada umumnya. Strategi ini bisa menjadi salah satu solusi bagi manusia purba tersebut untuk bertahan hidup berbulan-bulan, karena kondisi yang sangat dingin di luar.
Bartsiokas dan Arsuaga dalam laporannya yang berjudul Hibernation in Hominins from Atapuerca, Spain Half a Million Years Ago, juga memeriksa anggapan tandingan. Jika manusia Sima melakukan hibernasi, mengapa orang Inuit dan Sámi modern yang tinggal di kondisi dingin yang ekstrim tak melakukannya?
Mereka beranggapan bahwa makanan berlemak seperti rusa dan ikan, menyediakan makanan bagi orang Inuit dan Sámi, sehingga mereka tak perlu lagi berhibernasi. Sedangkan manusia Gua Sima tak punya persediaan makanan sebanyak mereka.
Baca Juga: Menguak Alasan Migrasi Pelayaran Manusia ke Kepulauan Terpencil
“Keringnya Iberia pada saat itu tidak dapat menyediakan cukup makanan kaya lemak bagi orang-orang Sima selama musim dingin yang keras, membuat mereka menggunakan hibernasi gua,” jelas mereka.
Melansir The Guardian, antropolog forensik Patrick Randolph-Quinney dari Northumbria Unversity, Newcastle berpendapat mengenai temuan tersebut, “Ada penjelasan lain untuk berbagai variasi yang nampak pada tulang yang ditemukan di Sima, dan ini harus dikaji sepenuhnya sebelum kita dapat mengambil kesimpulan yang nyata. [Penelitian] Itu belum selesai, saya yakin.”
"Namun demikian, ide ini sangat menarik yang dapat diuji dengan memeriksa genom manusia Sima, Neanderthal, dan Denisovan untuk mengetahui tanda-tanda perubahan genetik yang terkait dengan fisiologi hibernasi," tambahnya.