Menguak Kebudayaan Praaksara Sulawesi Selatan yang Terlupakan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 20 Januari 2021 | 08:00 WIB
Lukisan cadas yang menampilkan figur babi lainnya di Leang Tedongnge. Lukisan ini belum diteliti pertanggalannya. (Adhi Agus Oktaviana/Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

Nationalgeographic.co.id—Temuan lukisan cadas yang ditemukan di Leang Tedongnge menjadi bukti peradaban manusia sudah ada di Nusantara sekitar 45.500 tahun yang lalu, khususnya di Pulau Sulawesi.

Mengenai maknanya, adanya lukisan cadas babi hutan dianggap oleh para arkeolog sebagai dokumentasi kegiatan perburuan mereka. Sedangkan lukisan kumpulan tangan (hand stencils) sebagai hasil upacara penghormatan kepada leluhur dan simbol pengusir roh jahat.

Temuan lukisan ini tak hanya pada situs Leang-Leang di Kabupaten Maros saja, tetapi ada pula di beberapa lokasi di Sulawesi Selatan seperti, Bira (Bulukumba), Bantaeng, dan Bone.

Akan tetapi, hadirnya lukisan cadas itu tak seiring dengan adanya peninggalan kerangka manusia yang berusia sama di Sulawesi yang berusia 2.750 tahun di Leang Jarie. Di Leang itu ditemukan juga kerangka-kerangka hewan buruan lengkap dengan tombak dan mata panah bergerigi.

Baca Juga: Lukisan Cadas 45.500 Tahun Asal Sulawesi Jadi Temuan Tertua di Dunia

Temuan rangka manusia purba juga ditemukan di Gua Bola Batu, Gua Ululeba, Gua Karrasa, dan Gua Codong. Menurut Abdul Muttalib Hadimuljono dalam Sejarah Kuno Sulawesi Selatan, mereka adalah moyang masyarkat Toala yang berkembang antara 5.000-1.000 SM. Identitas mereka sebagai ras Mongoloid tiba di Sulawesi diperkirakan melewati Filipina.

Ras mongoloid, menurut Agus Salim dalam Suplemen Materi Ajar: Prasejarah-Kemerdekaan di Sulawesi Selatan, dipercaya sebagai munculnya kebudayaan Mesolitik yang berlangsung sekitar 5.000 hingga 15.000 SM di Nusantara yang hidup di dalam gua. Mereka hidup di dalam gua yang letaknya dekat dengan air dan berkelompok yang terdiri dari 30-50 orang.

Keseharian manusia purba Sulawesi Selatan diketahui sebagai masyarakat pemburu dan pengumpul. Ungkapan ini selaras dengan temuan arkeologis di sejumlah gua di Maros dan Bantaeng yang berisi alat-alat perburuan yang terbuat dari batu, dan sisa buruan moluska.

Baca Juga: Susuri Peradaban Purba di Karst Rammang-Rammang dan Leang-Leang

Seiring waktu, masyarakat awal di Sulawesi Selatan berkembang menjadi peradaban Megalitik dan bercocok tanam. Semua peninggalan kebiasaan megalitik masih digunakan pada kebiasaan masyarakat Toraja. Konsep penggunaan ini berorientasi pada pemujaan arwah leluhur.

Peninggalan itu tak selalu berhubungan dengan batu, tapi juga penggunaan kayu. Terdapat banyak peninggalan tersebut di sekitar Buntu Kandora yang masih berada di kawasan Tana Toraja, seperti:

  1. Kuburan di dinding batu,
  2. Tebing alami yang dijadikan benteng pertahanan, terutama saat penjajahan Belanda,
  3. Bola batu yang terusun rapi di Tampang Allo,
  4. Lumbung kuno di Potok Tengan,
  5. Menhir (Simbuang),
  6. Kuburan pohon untuk bayi (Passiliran),

Kubur batu di daerah wisata situs purbakala Bori' Parinding, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Saat fo (Zika Zakiya)