Studi: Konservasi Lahan Gambut Bisa Kurangi Dampak Pandemi COVID-19

By Utomo Priyambodo, Rabu, 3 Februari 2021 | 13:00 WIB
Kehidupan warga di kanal lahan gambut, Kelurahan Kameloh Baru, Sabangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. (Zika Zakiya)

Nationalgeographic.co.id—Menurut hasil sebuah studi dari sekelompok peneliti internasional, konservasi atau pelestarian lahan gambut tropis bisa mengurangi dampak wabah penyakit yang menular dari hewan ke manusia seperti COVID-19. Studi ini dipimpin oleh ilmuwan dari University of Exeter, Inggris, dan beranggotakan para peneliti dari negara-negara dengan lahan gambut tropis yang luas, seperti Kongo, Peru, dan Indonesia.

Dalam studi ini, para ilmuwan meninjau bukti lapangan. Mereka menyimpulkan bahwa keanekaragaman hayati yang tinggi di hutan rawa gambut tropis, yang dikombinasikan dengan perusakan habitat dan perburuan satwa liar, menciptakan “kondisi yang sesuai” untuk munculnya penyakit infeksi baru yang dapat menyerang manusia.

Pandemi COVID-19 yang saat ini melanda dunia merupakan contoh serangan penyakit zoonosis, yakni penyakit yang semula berasal dari hewan dan kemudian ditularkan ke manusia. COVID-19 memang bukan muncul dari daerah lahan gambut tropis. Namun kasus pertama HIV/AIDS dan Ebola, yang juga merupakan penyakit zoonosis, berasal dari daerah-daerah dengan lahan gambut yang luas.

Studi ini secara khusus juga meneliti kemungkinan dampak COVID-19 pada konservasi lahan gambut tropis dan masyarakat lokal. Hasilnya, tim mengidentifikasi “banyaknya potensi ancaman” bagi keduanya.

“Kami tidak mengatakan lahan gambut tropis unik dalam hal ini—tetapi kawasan ini menjadi salah satu habitat penting di mana penyakit zoonosis (yang berpindah dari hewan ke manusia) dapat muncul,” ujar Dr. Mark Harrison dari Centre for Ecology and Conservation di Penryn Campus University of Exeter di Cornwall, Inggris. Pernyataan itu dikutip dari kabar resmi yang dirilis di laman University of Exeter.

Baca Juga: Lahan Gambut Tropis Tertua di Dunia Ditemukan di Pedalaman Kalimantan

“Hutan rawa gambut tropis kaya akan fauna dan flora, termasuk bahwa hewan vertebrata yang diketahui membawa risiko penyakit infeksi baru zoonosis, seperti kelelawar, hewan pengerat, trenggiling, dan hewan primata,” jelas Harrison yang menjadi peneliti utama dalam studi ini. Dia juga berafiliasi dengan Borneo Nature Foundation International.

“Eksploitasi dan fragmentasi habitat ini, serta kebakaran hutan gambut (yang didorong oleh aktivitas manusia) dan perburuan satwa liar membawa semakin banyak orang ke dalam kontak dekat dengan keanekaragaman hayati lahan gambut," ungkap Harrison. Dia melanjutkan, "sehingga meningkatkan potensi penularan penyakit zoonosis.”

Harrison menegaskan, hasil studi dari timnya ini menunjukkan bahwa upaya melindungi lahan gambut tropis bukan hanya terkait kepentingan satwa liar dan emisi karbon. “Ini juga penting untuk kesehatan manusia.”

Baca Juga: Vaksin Sinovac dan Merah Putih, Solusi Tuntaskan Pagebluk di Indonesia

Studi ini juga mencatat “dampak tinggi” COVID-19 di beberapa negara dengan wilayah lahan gambut yang luas. Beberapa di antaranya memiliki sumber daya yang relatif buruk untuk mengatasi pandemi ini.

“Banyak komunitas di daerah ini terpencil, relatif miskin, terisolasi, memiliki infrastruktur terbatas, fasilitas medis di bawah standar atau bahkan tidak punya sama sekali, dan sangat bergantung pada perdagangan eksternal,” kata Dr. Ifo Suspense dari Université Marien, Republik Kongo, yang turut memberi ulasan pada studi ini.