Manisnya Pabrik Gula Era Hindia Belanda yang Kini Masih Terasa

By Utomo Priyambodo, Kamis, 4 Februari 2021 | 00:03 WIB
Lukisan bertajuk De suikerfabriek Kedawong bij Pasoeroean op Java karya H.Th. Hesselaar, 1849. Pemandangan kompleks Pabrik Gula Kedawong dekat Pasuruan di Jawa. Beberapa sosok berteduh di bayang-bayang tembok putih. (Rijksmuseum Amsterdam)

Selama masa kolonial, pemerintah Hindia Belanda biasanya mengekspor gula berkualitas tinggi dari Indonesia ke Belanda sembari tetap mempertahankan gula berkualitas rendah untuk kebutuhan dalam negeri. Singkat kata, sistemnya menjadi besar. Pada satu titik di pertengahan abad ke-19, produksi gula di Jawa menyumbang sepertiga dari pendapatan pemerintah Belanda dan 4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Belanda. Diperkirakan, seperempat populasi di Jawa terlibat dalam industri ini.

Dalam studi ini, tim peneliti menggunakan data abad ke-19 dari arsip pemerintah di Belanda, serta data modern dari Indonesia. Mereka menemukan bahwa pemerintah kolonial Belanda membangun pabrik-pabrik pengolahan di dekat sungai di tempat-tempat yang memiliki tanah cukup datar untuk menopang perkebunan tebu yang luas. Dalam melakukan studi ini, para periset meneliti aktivitas ekonomi di sekitar-pabrik pengolahan gula dan membandingkannya dengan aktivitas ekonomi di wilayah-wilayah serupa yang tidak memiliki pabrik.

Hasilnya menunjukkan, tempat-tempat yang dekat dengan pabrik memiliki lebih banyak manufaktur, sebesar 6-7 poin persentase. Selain itu, tempat-tempat tersebut juga memiliki 9 persen lebih banyak pekerjaan di bidang ritel.

Daerah-daerah dalam radius 1 kilometer dari pabrik-pabrik gula juga memiliki kepadatan rel kereta api dua kali lipat lebih banyak daripada tempat-tempat serupa dengan radius 5 hingga 20 kilometer dari pabrik-pabrik. Pada tahun 1980, tempat-tempat tersebut juga 45 persen lebih mungkin memiliki listrik dan 4 persen lebih mungkin memiliki sekolah menengah. Kini, tempat-tempat tersebut memiliki jumlah populasi lokal dengan rata-rata pendidikan setahun penuh lebih banyak daripada daerah-daerah yang tidak terletak di dekat pabrik-pabrik gula tua.

Baca Juga: Dalam Sehari Tiga Orangutan di Kalimantan Tengah Berhasil Diselamatkan

Sebuah pemandangan kesibukan pabrik gula di Jawa. (Farelli.info)

Olken telah menghabiskan waktu bertahun-tahun melakukan studi anti-kemiskinan di Indonesia. Penelitiannya bersambut dengan penelitian Melissa Dell, profesor ekonomi dari Harvard University yang kerap meneliti efek sejarah politik pada akibat ekonomi saat ini.

“Saya belum pernah benar-benar melakukan proyek sejarah sebelumnya,” kata Olken. “Tapi kesempatan untuk berkolaborasi dengan Melissa dalam hal ini sangat menarik.”

Melissa Dell menjelaskan, dalam studi ini dirinya beruntung bisa menemukan catatan lawas dari pemerintah Belanda. “Pada tahun 1850-an, Belanda menghabiskan empat tahun di lapangan mengumpulkan informasi rinci untuk lebih dari 10.000 desa yang menyumbangkan tanah dan tenaga kerja untuk Sistem Budidaya,” ujarnya.

Dell dan Olken kemudian mendigitalkan catatan tersebut dan "dengan susah payah menggabungkannya" dengan catatan ekonomi dan demografis dari lokasi yang sama saat ini. Laporan hasil studi mereka ini telah berhasil menembus jurnal The Review of Economic Studies pada 2020 lalu. Studi ini mereka beri judul “The Development Effects of the Extractive Colonial Economy: The Dutch Cultivation System in Java”.