Nationalgeographic.co.id—Sisa reruntuhan salah satu masjid tertua di dunia ditemukan di dekat Danau Galilea di Israel. Para arkeolog dari Hebrew University menemukan sisa-sisa dasar dari masjid berusia sekitar 1.350 tahun ini di bawah masjid lain yang telah dibangun di atasnya di Tiberias, sebuah kota di Israel utara.
Para arkeolog meyakini bahwa ini merupakan reruntuhan salah satu masjid yang paling awal berdiri dalam sejarah. Dengan usianya yang sekitar 1.350 tahun, masjid ini berarti dibangun hanya berselang satu generasi setelah Nabi Muhammad wafat.
"Kami tahu tentang banyak masjid awal yang didirikan tepat pada awal periode Islam," kata Katia Cytryn-Silverman, seorang spesialis dalam arkeologi Islam di Hebrew University di Israel kepada Associated Press (AP). Cytryn-Silverman yang memimpin tim penggalian sisa-sisa reruntuhan masjid tersebut menjelaskan bahwa masjid-masjid yang paling awal berdiri lainnya adalah Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi, yang dibangun pada 622 Masehi, dan Masjid Agung Damaskus di Suriah yang selesai didirikan pada 715 Masehi, yang kemudian diperluas dan dibangun kembali selama bertahun-tahun dan masih digunakan sebagai tempat ibadah hingga kini.
"Tidak mungkin untuk menggali situs-situs itu, karena mereka umumnya terletak di bawah masjid-masjid yang masih digunakan," kata Cytryn-Silverman dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis oleh Hebrew University. "Di sini, di Tiberias, kami mendapat kesempatan luar biasa ini untuk menggali situs dan meneliti apa yang ada di bawahnya."
Baca Juga: Penemuan Mumi Lumpur Langka dari Mesir Kuno Kejutkan Para Arkeolog
Masjid yang baru ditemukan ini berasal dari paruh kedua abad ketujuh, atau sekitar tahun 670 Masehi. Fakta ini menjadikannya sebagai "masjid Jumat tertua yang pernah ditemukan [masjid yang mengadakan salat Jumat], bahkan tampaknya beberapa dekade lebih tua dari masjid tertua yang sebelumnya ditemukan di Wāsit, Irak (berasal dari tahun 703 Masehi)," jelas Cytryn-Silverman pernyataan resmi tersebut.
Yang tersisa dari masjid berusia berabad-abad ini hanyalah fondasi dan artefak yang ditemukan di dalam bangunan di bawah struktur tersebut, seperti koin dan pecahan tembikar yang berasal dari abad ketujuh. Artefak-artefak ini turut membantu para peneliti dalam menentukan usia bangunan tersebut.
Para arkeolog telah mengetahui situs ini sejak tahun 1950-an. Namun, pada saat itu, sisa-sisa masjid ini disalahartikan sebagai pasar dari periode Bizantium, kata Cytryn-Silverman kepada Live Science. Kesalahan ini terus berlanjut, bahkan ketika akhir tahun 2000-an mendiang arkeolog Yizhar Hirschfeld menemukan "fondasi bulat kecil, sangat kasar dan asimetris, yang dia yakini berasal dari sebuah bangunan selain 'pasar'," paparnya.
Dan akhirnya, selama penggalian baru-baru ini, “saya menyadari rancang dasar 'pasar tertutup' itu sangat mirip dengan Masjid Agung Damaskus dari awal abad kedelapan, yang masih berdiri," ujar Cytryn-Silverman. Timnya kemudian menentukan bahwa apa yang sebelumnya disebut tembok periode Bizantium ini "sebenarnya adalah fondasi untuk baris pertama kolom-kolom pada tahap awal masjid," yang membentuk bangunan kuasi-persegi panjang dan lebar sekitar 72 kaki (22 meter) dan 160 kaki (49 meter),” jelasnya.
Baca Juga: Usaha Etnis Tionghoa Menginspirasi Gerakan Kemerdekaan Indonesia
Toleransi antarumat beragama