Selain di Malaysia, wabah Nipah juga pernah muncul di negara-negara lain di Asia, antara lain Singapura, Banglades, dan India. Antara tahun 1998 sampai 2008, wabah Nipah telah merenggut lebih dari 300 nyawa manusia.
Baca Juga: Ratusan Laba-laba Pemburu Menyerbu Kamar Seorang Anak di Australia
Di Malaysia dan Singapura, kasus infeksi virus Nipah ditemukan menular dari babi ke manusia. Adapun di Banglades dan India, kasus infeksi virus Nipah ditemukan menular dari kelelawar pemakan buah ke manusia, dari makanan yang tercemar air liur atau urine kelelawar ke manusia, dan dari manusia ke manusia.
Wabah virus Nipah juga berpotensi besar masuk ke wilayah Indonesia. Sebab, jejak-jejak virus Nipah juga pernah ditemukan di wilayah Indonesia, sebagaimana dijelaskan oleh drh. Indrawati Sendow M.Sc, peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALitvet) Kementerian Pertanian.
BBALitvet Kementerian Pertanian pernah mengerjakan studi terkait keberadaan virus Nipah pada babi hingga kelelawar yang ada di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi sejak tahun 2007 hingga 2015. “Sampel yang kami peroleh, baik dari babi maupun kelelawar, kami lakukan uji serologis,” jelas Indrawati Sendow dalam acara 'Bincang Pakar Mengenai Potensi Virus Nipah di Indonesia' pada akhir pekan lalu.
Baca Juga: Gigi 45.000 Tahun Ungkap Kawin Silang Neanderthal dan Manusia Modern
“Selain melakukan uji serologis (uji ELISA), kami juga melakukan deteksi virus nipah yang berasal dari swab saliva maupun urine dari kelelawar atau kalong itu dengan uji PCR,” imbuh Indrawati. “Kami juga lakukan analisa genetik dengan sequencing (pengurutan DNA).”
Hasilnya, jejak virus Nipah tidak ditemukan pada babi di Indonesia, tapi ditemukan pada banyak kelelawar di negeri ini. Dari 62 sampel kelelawar Pteropus vampyrus di Sumatera Utara, 19 di antaranya memiliki antibodi virus Nipah. Dari 39 sampel kelelawar Pteropus vampyrus di Jawa Barat, 7 di antaranya memiliki antibodi virus Nipah. Dari 3 sampel kelelawar Pteropus vampyrus di Jawa Tengah, 1 memiliki antibodi virus Nipah. Dari 52 sampel kelelawar Pteropus vampyrus di Jawa Tengah, 10 memiliki antibodi virus Nipah. Dari 84 sampel kelelawar Pteropus vampyrus di Kalimantan Barat, 17 memiliki antibodi virus Nipah.
Adapun dari 15 sampel kelelawar Cynopterus brachyotis di Kalimantan Barat, tak ada antibodi virus Nipah yang ditemukan. Dan dari 64 sampel kelelawar Cynopterus brachyotis di Sulawesi Utara, ada 6 yang memiliki antibodi virus Nipah.
Baca Juga: Seniman-Seniman Lukis Pertama di Dunia Berasal dari Indonesia?
Dr. dr. Vivi Setyawati, M.Biomed, Kepala Pusat Penelitian Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Kementerian Kesehatan, juga menekankan pentingnya kewaspadaan kita, masyarakat Indonesia, terhadap potensi ancaman wabah virus Nipah.
“Saat ini belum ada laporan kasus terkait infeksi virus Nipah pada manusia di Indonesia. Tapi kita tetap harus waspada (karena) Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia sehingga memiliki kategori risiko tinggi atas potensi terjadinya KLB (kejadian luar biasa) infeksi virus Nipah. Risiko juga meningkat karena terdapat banyak kelelawar (di Indonesia) sebagai sumber penularan virus Nipah,” Vivi membeberkan.
World Health Organization (WHO), badan kesehatan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), telah memasukkan infeksi virus Nipah sebagai salah satu dari 10 penyakit menular yang dianggap sebagai risiko kesehatan terbesar masyarakat dunia. WHO memperkirakan tingkat kematian akibat virus ini berkisar antara 40% hingga 75%.
Baca Juga: Riset Ungkap Kenapa Banjir di Indonesia Terjadi Lebih Sering dan Parah
Indrawati Sendow memaparkan bahwa sejauh ini ada beberapa cara bagi virus Nipah untuk menular dari spesies ke spesies. Pertama, dari kelelawar ke manusia. Di Banglades banyak kasus penularan virus Nipah terjadi dari kelelawar ke orang-orang yang mengonsumsi minuman sirup nira. Diduga kuat, air liur kelelawar pemakan buah telah mencemari sari nira yang diambil oleh penduduk di sana. Minuman nira itulah yang akhirnya menjadi medium penularan virus Nipah dari kelelawar ke manusia.
Kedua, virus Nipah menular dari babi ke manusia. Di Malaysia dan Singapura, semua kasus infeksi virus Nipah terjadi pada orang-orang yang pernah melakukan kontak dengan babi. Indrawati menjelaskan, kemungkinan ada kelelawar pembawa virus Nipah yang memakan buah dari pohon di dekat peternakan babi, tapi tidak sampai habis. Sisa buah yang tercemar air liur kelelawar itu kemudian jatuh di dekat peternakan dan kemudian dimakan oleh babi. Babi yang memakan buah itu kemudian terinfeksi virus Nipah dan menularkannya ke sesama babi dan ke manusia melalui kotoran mereka.
Ketiga, virus Nipah menular dari manusia ke manusia. Kasus ini pernah dilaporkan terjadi di Banglades, tapi tidak terjadi di Malaysia. Ada orang-orang yang tertular virus Nipah setelah merawat atau melakukan kontak dengan pasien yang telah lebih dulu terinfeksi virus tersebut. Orang-orang ini tidak pernah berkontak dengan kelelawar, babi, maupun produk makanan yang dimakan kelelawar. Jadi diyakini bahwa virus Nipah di Banglades juga menular dari manusia ke manusia.
Gejala yang timbul pada orang yang terjangkit virus Nipah adalah gangguan neurologis berupa pusing, mual, muntah, hilangnya tingkat kesadaran, hingga kejang. Juga gejala pernapasan seperti batuk dan sesak napas.
Baca Juga: Riset: Virus Corona Lebih Banyak Menular Lewat Udara ketimbang Benda
Untuk mewaspadai potensi ancaman virus Nipah di Indonesia, Indrawati menegaskan, penting bagi kita untuk selalu menjaga kebersihan diri selama dan setelah melakukan kontak dengan kelelawar, babi, ataupun pasien yang diduga terinfeksi virus Nipah. Ia juga mengimbau agar kita tidak memakan buah yang pernah digigit oleh kelelawar. Produk buah kesukaan kelelawar yang masih utuh pun sebaiknya dicuci bersih dengan sabun terlebih dulu agar lebih aman dikonsumsi.
Selain itu, menurut Indrawati, penting juga bagi kita untuk tidak menerima babi impor ilegal. Jadi, kita sebaiknya hanya menerima babi impor, dari Malaysia dan Singapura misalnya, yang telah memiliki sertifikat kesehatan resmi dari otoritas terkait di sana.
Prof. Dr. drh. CA Nidom, MS, peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, menambahkan bahwa penting bagi kita agar tidak merusak habitat kelelawar. Menurutnya, alih fungsi hutan yang dilakukan manusia akan membuat kelelawar melakukan migrasi ke area-area peternakan, perkebunan, dan tempat tinggal yang dihuni manusia. Kelelawar-kelelawar yang mendatangi area permukiman manusia ini bisa jadi merupakan pembawa virus Nipah.
Baca Juga: Studi: Konservasi Lahan Gambut Bisa Kurangi Dampak Pandemi COVID-19
“Selama dua dekade, habitat hutan-hutan kelelawar di Asia Tenggara secara substansial berkurang karena deforestasi untuk kayu pulpa dan dan industri perkebunan,” papar Nidom.
“Pada 1997-1998, pembukaan hutan untuk bercocok tanam berpindah menghasilkan kabut asap yang hebat yang menyelimuti wilayah Asia Tenggara pada bulan-bulan sebelum wabah virus Nipah terjadi,” tambahnya.