Nationalgeographic.co.id—Nature dalam tulisan editorialnya baru-baru ini menegaskan pentingnya bagi World Health Organization (WHO) dan badan-badan kesehatan masyarakat nasional untuk memperbarui imbauan mereka kepada masyarakat dalam menghadapi ancaman virus corona. Sebab, menurut editorial tersebut dengan mengutip berbagai hasil penelitian terkini, virus corona lebih banyak menular lewat udara, tapi kita selama ini justru lebih berfokus pada pencegahan penularan dari permukaan benda-benda.
Dalam laporan riset berjudul “Exaggerated risk of transmission of COVID-19 by fomites” yang telah dipublikasikan di jurnal The Lancet Infectious Diseases pada tahun 2020 lalu misalnya disebutkan, penularan virus corona lewat permukaan benda, meski masuk akal, tampaknya jarang terjadi. Virus SARS-CoV-2 ditemukan lebih dominan menular melalui udara, yakni oleh orang-orang yang berbicara dan menghembuskan droplet dan partikel kecil yang disebut aerosol.
Meski demikian, sayangnya, beberapa badan kesehatan masyarakat masih lebih menekankan bahwa permukaan benda-benda merupakan ancaman utama yang harus sering didesinfeksi. Hasilnya, yang tersebar di masyarakat adalah pesan publik yang membingungkan ketika di masa darurat ini yang sebenarnya diperlukan adalah panduan yang jelas mengenai cara memprioritaskan upaya pencegahan penyebaran virus corona ini.
Baca Juga: Wabah COVID-19, Peluang Perempuan Indonesia untuk Akrabi Teknologi
Dalam panduan publik terbaru, yang diperbarui Oktober lalu, WHO menyarankan: “Hindari menyentuh permukaan benda-benda, terutama di tempat umum, karena seseorang dengan COVID-19 mungkin pernah menyentuhnya sebelumnya. Bersihkan permukaan benda-benda secara teratur dengan disinfektan standar. ”
Pada Januari 2021 ini seorang perwakilan WHO mengatakan kepada Nature, ada bukti terbatas bahwa virus corona ditularkan melalui permukaan benda yang terkontaminasi yang dikenal sebagai fomites. Tetapi mereka menambahkan bahwa fomites baru dianggap sebagai cara penularan yang mungkin, dengan mengutip bukti bahwa RNA SARS‑CoV-2 telah diidentifikasi "di sekitar orang-orang yang terinfeksi SARS-CoV-2".
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC), yang merupakan badan kesehatan nasional Amerika Serikat, sebenarnya pernah mengatakan di situs web mereka bahwa penularan melalui permukaan benda "tidak dianggap sebagai cara umum penyebaran COVID-19.” Meski begitu, mereka juga mengatakan bahwa "seringnya disinfeksi permukaan benda yang disentuh oleh banyak orang itu penting ”.
Kurangnya kejelasan tentang risiko fomites, jika dibandingkan dengan risiko yang jauh lebih besar yang ditimbulkan oleh penularan melalui udara, memiliki implikasi serius. Orang-orang dan organisasi-organisasi terus memprioritaskan upaya desinfeksi yang mahal, ketika mereka sebenarnya dapat menggunakan lebih banyak sumber daya untuk menekankan pentingnya masker dan mencari tahu tindakan yang tepat untuk meningkatkan keamanan sirkulasi udara dalam sistem ventilasi mereka. Upaya terakhir ini tentu akan lebih kompleks, tetapi bisa membuat lebih banyak perbedaan.
Baca Juga: Skizofrenia Faktor Risiko Tertinggi Kedua Kematian akibat COVID-19
Otoritas Transportasi Metropolitan New York City telah memperkirakan bahwa biaya sanitasi tahunan yang mereka gunakan untuk mencegah penularan COVID-19 telah mendekati angka 380 juta dolar AS atau sekitar 5,3 triliun rupiah. Itu telah mereka anggarkan tiap tahunnya sejak tahun 2021 ini hingga 2023 nanti.
Akhir tahun lalu, otoritas tersebut meminta nasihat kepada pemerintah federal AS tentang apakah akan berfokus hanya pada ancaman aerosol. Mereka kemudian diberitahu untuk berkonsentrasi pada fomites juga, dan sejauh ini mereka telah mengarahkan lebih banyak sumber daya untuk membersihkan permukaan benda daripada menangani aerosol.
Sekarang telah disepakati bahwa virus corona menular melalui udara, baik dalam droplet atau tetesan besar maupun partikel kecil. Jadi, upaya untuk mencegah penyebaran virus ini harus berfokus pada peningkatan pengamanan ventilasi atau pemasangan pembersih udara yang telah diuji secara ketat.
Source | : | Nature |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR