Aktivitas Konsumsi Manusia Berdampak Pada Lingkungan, Bagaimana Mengatasinya?

By Fathia Yasmine, Rabu, 17 Februari 2021 | 21:21 WIB
Ilustrasi reuse dan recycle kemasan botol plastik (Shutterstock)

Nationalgeographic.com – Aktivitas konsumsi manusia memberi dampak pada kelestarian lingkungan hidup. Sampah dari konsumsi sehari-hari yang tidak dikelola dengan bertanggung jawab mencemari tanah hingga perairan. Misalnya saja, sampah plastik kemasan.

Seperti diketahui, saat ini, kemasan berbahan plastik seringkali digunakan sebagai pembungkus produk-produk yang dikonsumsi sehari-hari karena praktis dan dapat menjaga kualitas produk yang dibungkusnya.

Di Indonesia, konsumsi produk berkemasan plastik tergolong cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dalam survei berjudul Daily Activities That Contribute to Plastic Waste Indonesia 2019 yang dimuat di laman Statista, Jumat (13/12/2019).

Survei ini menemukan 91 persen pembelian dan penggunaan plastik dilakukan ketika berbelanja kebutuhan harian, 51 persen melalui pembelian makanan/minuman take away, dan sisanya melalui jasa pembelian makanan online sebesar 49 persen. Ironisnya, kegiatan konsumsi tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran reuse dan recycle.

Baca Juga: Legenda Jepang Ishikawa Goemon Mati Direbus di Atas Kuali Minyak

Sebagian besar sampah yang dihasilkan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sementara, kapasitas TPA khususnya di berbagai kota besar semakin penuh. Tidak mudah bagi pemerintah untuk mencari lahan dan TPA baru untuk menampung sampah yang dihasilkan.

Alhasil, sampah plastik pun terus menumpuk dan mencemari lingkungan.  Di Jakarta misalnya, dikutip dari pemberitaan Indonesiabaik.id (12/2020), dari 39 juta ton sampah yang ada di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, 34 persennya didominasi oleh sampah plastik.

Studi terbaru dari Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan Indonesian Plastics Recyclers (IPR) pada 2020 juga menemukan bahwa, saat ini baru sekitar 11,83 persen sampah plastik di area perkotaan Pulau Jawa yang berhasil dikumpulkan dan didaur ulang.

Sisanya sebanyak 88,17 persen masih diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau bahkan berserakan di lingkungan. Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin kota-kota besar di Indonesia akan tertutup dengan sampah plastik dan bercampur dengan sampah organik lainnya.

Baca Juga: Karut Marut Hubungan John Lennon dengan Ayahnya Bernama Freddie

Mencemari wilayah perairan

Sampah plastik kemasan tidak hanya menumpuk di daratan (landfill) tetapi juga terbawa oleh aliran air yang bermuara di lautan. Misalnya saja, seperti fenomena yang terjadi di Pulau Bali.

Bali mengalami fenomena pencemaran sampah kemasan plastik dari aktivitas manusia di badan-badan air seperti sungai dan lautan. Kondisi ini terungkap dari penelitian yang dilakukan Bali Partnership, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Bali pada 2018 sampai akhir tahun 2019 yang dikutip dari pemberitaan Tribun-Bali Selasa, (19/11/2019).

Diperkirakan ada 33 ton sampah plastik yang terbuang ke sungai-sungai yang ada di Bali. Selain itu, tercatat timbunan sampah di Bali memiliki besaran sebanyak 1,6 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, 52 persen diantaranya belum tertangani dengan baik.

Jumlah sampah harian di Bali pun berada di angka rata-rata 4.281 ton per hari. Dari jumlah tersebut, 2,061 ton telah ditangani dengan baik dan 2,220 ton sampah belum tertangani dengan baik. Artinya, jumlah sampah yang tertangani dengan baik masih lebih kecil daripada yang bisa ditangani.

Baca Juga: Jutaan Orang Akan Mati jika Dunia Gagal Tepati Perjanjian Iklim

Selain itu, dikutip dari laman Mongabay (2/7/2019) penelitian serupa juga menunjukan bahwa 11 persen dari 4.281 ton sampah harian tersebut di Bali, 11 persennya juga ikut mencemari lautan. Tim peneliti juga menemukan bahwa pencemaran ini tidak lepas dari tidak adanya penanganan sampah dan kedekatan permukiman dengan wilayah pesisir dan laut yang tidak lebih dari satu kilometer (km).  

Alasan di balik pencemaran pun masih disebabkan oleh kurang bijaknya konsumsi plastik serta kurangnya pengelolaan sampah plastik secara menyeluruh di berbagai wilayah. Masyarakat juga masih terbiasa membuang sampah plastik sekali pakai tanpa peduli dengan kerusakan yang ditimbulkan.

Ekonomi sirkular menjadi solusi inovatif

Demi mengatasi persoalan sampah plastik, penerapan ekonomi sirkular dinilai dapat menjadi solusi inovatif.

Menurut World Economic Forum, ekonomi sirkular adalah konsep yang akan menggantikan ekonomi linear, dengan konsumsi sumber daya alam secara berkelanjutan, menggali nilai guna sebuah benda dengan lebih maksimal, serta memulihkan atau regenerasi produk dan bahan.

Baca Juga: Menakjubkan, Salju Putih Selimuti Puncak Dua Gunung Berapi di Hawaii

Saat ini, pemerintah Indonesia tengah mendorong penerapan ekonomi sirkular dengan mendorong reduce, reuse, dan recycle (3R) sampah plastik dan produksi barang-barang dengan prinsip ramah lingkungan.

Demi mendukung penerapan ekonomi sirkular, pemerintah juga telah memberlakukan Peraturan Presiden RI Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut yang juga berlaku untuk sampah plastik di daratan.

Dilansir dari pemberitaan Kontan (01/07/2020)  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahkan menargetkan program Indonesia Bebas Sampah 2025 yang mengatur pengurangan sampah kemasan plastik hingga 30 persen.

Peraturan ini dihadirkan sebagai salah satu bentuk dari penerapan ekonomi sirkular yang bertujuan untuk menekan jumlah sampah yang dihasilkan, mengurangi pemakaian sumber daya baru, serta memperluas dampak positif yang dapat diterima oleh masyarakat.

Baca Juga: Terdeteksi di Mars: Reaksi Kimia yang Menghadirkan Misteri Baru

Salah satu langkah yang dilakukan di antaranya yaitu melalui penerapan 3R (reduce, reuse, recycle) dan juga penyediaan tempat daur ulang dan pembentukan komunitas. 

Meski begitu, permasalahan sampah sesungguhnya bukan saja tanggung jawab pemerintah, diperlukan kontribusi masyarakat dan para produsen untuk mewujudkan Indonesia bebas dari sampah plastik.

Di Indonesia sendiri, mulai banyak produsen yang beralih menjadi lebih ramah plastik. Misalnya seperti yang dilakukan oleh AQUA lewat penggantian segel plastik menjadi cincin pengaman. Selain itu, ada pula produk AQUA Life yang merupakan air minum kemasan yang terbuat dari 100 persen bahan daur ulang dan dapat didaur ulang.

Menyusul AQUA Life, inovasi selanjutnya adalah botol 600ml yang 100% dapat didaur ulang hingga ke labelnya. Label pada kemasan terbaru dari AQUA ini berbeda dengan label pada umumnya yang menggunakan bahan PVC. Label berbahan PVC biasanya harus dipisahkan terlebih dahulu baru kemudian kemasan botol dapat didaur ulang.

Baca Juga: Ilmuwan Temukan Obat yang Bisa Turunkan Berat Badan Secara Dramatis

Oleh karena itu, AQUA memperkenalkan label berbahan PET untuk mempermudah proses daur ulang. Terobosan-terobosan yang diluncurkan AQUA bertujuan untuk menyediakan lebih banyak pilihan bagi masyarakat yang ingin lebih bijak dalam konsumsi.

AQUA juga berhasil mendirikan Recycling Business Unit (RBU) di Bali untuk mengelola sampah botol plastik yang mampu mengumpulkan rata-rata 13.000 ton sampah kemasan plastik setiap tahun. Baru-baru ini, AQUA berkolaborasi dengan brand fesyen H&M untuk mengubah plastik menjadi pakaian anak sehari-hari.

Tak hanya itu, aplikasi Octopus juga digandeng untuk mempermudah orang mengelola sampah hariannya, sekaligus mendukung ekonomi sirkular dengan membantu para pemulung.

Dengan adanya kerja sama AQUA dengan Octopus, orang-orang dapat memesan layanan penjemputan untuk sampah plastik yang telah mereka pilah. Pasukan Octopus nantinya akan menjemput kemudian membawa sampah plastik ke RBU AQUA atau pusat daur ulang setempat.

Berbagi cerita AQUA ()

Selain itu, pemesan layanan akan mendapat poin untuk setiap sampah botol plastik yang mereka kirimkan. Poin yang terkumpul dapat ditukarkan kupon atau disumbangkan ke pemulung di sekitar mereka berada.

Langkah kecil ini pun sudah selayaknya diikuti juga oleh masyarakat. Terutama di wilayah Bali yang identik dengan tujuan pariwisata mancanegara. Melalui tindak konsumsi yang bertanggung jawab serta pengelolaan sampah yang tepat, keindahan alam akan terus terjaga hingga di masa depan.

Lalu, seperti apa partisipasi yang bisa dilakukan oleh AQUA dan masyarakat Bali dalam rangka mendukung ekonomi sirkular? Temukan jawabannya dalam webinar “Inspirasi Bijak dari Pulau Dewata Untuk Kebaikan Lingkungan”.

Diselenggarakan pada Selasa, 19 Februari 2021, webinar ini merupakan hasil kerja sama antara National Geographic Indonesia melalui gerakan #SayaPilihBumi dengan #BijakBerplastik Danone-AQUA. Agenda ini pun dilakukan dalam rangka memperingati Hari Sampah Nasional yang jatuh pada 21 Februari 2021 mendatang.

Baca Juga: Di Balik Mausoleum Cinta untuk Sang Filantrop Tionghoa di Batavia

Webinar tak hanya membahas bagaimana upaya penggerakan ekonomi sirkular, kontribusi para penggerak masyarakat Bali seperti komunitas Malu Dong Community, Octopus.ina, dan Systemiq pun turut hadir untuk berbagi kisah dan gerakan masing-masing. Mari bergabung dengan gerakan #SayaPilihBumi dan #BijakBeplastik lewat gerakan kebaikan untuk lingkungan  mulai dari hal kecil melalui laman registrasi bit.ly/CeritaInspirasiBali.