Kuasa Hubungan Mancanegara di Masa Silam antara Champa dan Nusantara

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 26 Februari 2021 | 16:00 WIB
Bangunan kuil peradaban Champa di My Son, Vietnam. (Lionel Lalaité/UNESCO)

Lewat kisah lisan Aji Saka juga menyebutkan hubungan keduanya. Dalam legenda itu, disebutkan bahwa ia sempat tinggal di Champa dan menikah dengan Putri Prabawati di sana. Kunjungan itu terjadi setelah ia menyebarkan agama Hindu di Pulau Jawa.

Hubungan Champa dengan kerajaan-kerajaan di kepulauan Asia Tenggara terekam dalam prasasti mereka. Disebutkan dalam prasasti Champa, bahwa Sriwijaya merupakan tempat asal singa untuk persembahan Champa kepada Dinast Song pada 1011.

Seorang Muslim Cham tengah membaca al Quran di masjid Al Azhar di Provinsi An Giang, Vietnam. (Lutfi Fauziah)

Singa bukanlah hewan endemik di Asia Tenggara. Tetapi karena Sriwijaya yang menguasai jalur utama perdagangan laut, mereka kerap didatangi pengusaha-pengusaha dari Jazirah Arab, Persia, dan Tiongkok.

Dalam Sejarah Melayu (Dahlan, 2014) Sriwijaya sangat penting bagi Champa sebagai pusat transit mancanegara. Sriwjiaya juga menjadi sekutu untuk melindungi mereka dari perompak yang sempat menyerang ke pusat Champa.

Interaksinya dengan Sriwijaya ini pula, dalam Champa: Kerajaan Kuno di Vietnam (Ibrahim & Putranto, 2016) agama Islam juga berkembang di Champa sejak abad ke-10.

Hubungan dengan Sumatera ini terus berlanjut di masa berikutnya ketika kerajaan dan kebudayaan Aceh dan Minangkabau. Kebudayaan di Sumatera dengan Champa ini memliki kesamaan, yakni berkonsep matrilineal.

Baca Juga: Kuasa Perempuan Sepanjang Riwayat Kerajaan-Kerajaan Jawa Kuno

Pada masa berikutnya, Champa di bawah Jaya Simhawarman III turut andil dalam menghalangi serbuan Mongol ke tanah Jawa. Karena sebelumnya, Kertanegara dari Singhasari menikahkan Simhawarman dengan putrinya, Putri Tapasi, dengan tujuan memperkuat kerjasama ekonomi.

Dampaknya, ketika Jaya Simhawarman III mengetahui rencana invasi Mongol ke Jawa dengan membawa 1.000 kapal, ia melarang mereka transit di pelabuhan Champa. Pelarangan ini memaksa bangsa Mongol harus berlayar non-stop 40.000 kilometer yang sangat berisiko.

Risiko pelyaran itu bagi bangsa Mongol berupa ombak yang begitu tinggi, angin dan kencang, dan persediaan makanan yang habis karena keadaan demikian.

Peran Champa di Jawa hadir lewat Ratu Dwarawati, permasuri Brawijaya V yang merupakan putri raja Champa yang sudah memeluk Islam. Ketika dia mendampingi suaminya, ia memiliki peran membantu perpolitikan Majapahit yang tercerai berai.