Pengamatan Transit Venus dari Gang Torong Batavia Abad Ke-18

By National Geographic Indonesia, Rabu, 24 Februari 2021 | 19:08 WIB
Observatorium Mohr dalam lukisan J. Clement. (Zuidervaart & Gent via Langit Selatan)

Oleh Avivah Yamani

Nationalgeographic.co.id—Astronomi di Indonesia bukan baru dimulai awal tahun 1900-an ketika Observatorium Boscha didirikan. Satu setengah abad sebelumnya di tahun 1761 dan 1769, astronomi di Indonesia dimulai dan ditandai dengan penggunaan instrumentasi untuk pengamatan.  Pada saat itu, Indonesia sedang diduduki olehDutch United East India Company, atau yang kita kenal sebagai VOC, Verenigde Oostindische Compagnieyang mendapat dukungan dari pemerintah Belanda. Menariknya, VOC ini sebenarnya hanya mencari keuntungan dari negara koloni dan bukannya untuk menguasai negara itu dan rakyatnya.

Meskipun demikian, perhatian diberikan untuk pendidikan penduduk lokal terutama dalam hal keyakinan Kristen dan moralitas. Sains tidak memainkan peran penting dalam kebijakan VOC. Sains bisa berkembang karena usaha individu yang melakukan penelitian mandiri terkait flora, fauna dan geologi di timur jauh. VOC baru akan memesan instrumen atau buku ilmiah ketika ada kepentingan komersil di dalamnya.

Hal ini kemudian jadi pertanyaan di tahun 1761 saat para peneliti mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan pendanaan perjalanan ke timur jauh atau tepatnya ke Hindia Belanda untuk melakukan pengamatan transit venus.

Pengamatan tahun 1761Di akhir abad ke-18, masalah terbesar dalam astronomi adalah penentuan jarak rata-rata antara Bumi dan Matahari. Parameter astronomi yang satu ini merupakan konstanta fundamental dalam sistem heliosentris yang diajukan oleh Copernicus.  Pada tahun 1716, Edmund Halley (Inggris), muncul dengan metode penentuan paralaks matahari yang mengacu pada 2 kejadian astronomi yakni transit Venus di tahun 1761 dan 1769.  Dalam pemetaan yang diajukan dan dari beberapa tempat yang jadi pilihan, kepulauan Malaya adalah tempat terbaik untuk melihat transit tersebut dalam durasi yang panjang dimulai dari ingress sampai egress.  Dan Halley juga merekomendasikan Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa sebagai lokasi terbaik untuk melihat transit Venus tersebut. Dan mulailah para astronom mengarahkan perhatiannya untuk pengamatan Transit Venus di tahun 1761.

Pada tahun 1760, astronom Perancis, Joseph Nicholas Delisle menulis surat pada astronom Belanda Dirk Klinkenberg untuk meminta bantuan pemerintah Belanda dalam hal transportasi dan penempatan untuk pengamatan mengingat saat itu Hindia Belanda berada di bawah kekuasaan VOC.  Pada saat yang sama Inggris juga merencanakan ekspedisi untuk melakukan pengamatan Venus di Sumatera dengan mengirimkan astronom Charles Mason dan Jeremiah Dixon.

Pada akhirnya Delisle juga tidak ke Batavia dan Belanda memutuskan agar pengamatan tersebut cukup dilakukan oleh orang yang sudah ada di Batavia dan memiliki keahlian dalam hal matematika dan mampu menggunakan instrumen kelautan. Harapannya pengamatan tersebut tidak hanya berguna bagi astronomi tapi untuk pengembangan pengetahuan geografi.  Pada saat itu Belanda mengirimkan surat ke Gubernur-Jendral Jacob Mossel di Batavia untuk mencari orang yang dapat melakukan pengamatan Transit Venus disertai tata cara pengamatan dan perhitungan yang dibuat oleh Delisle. Surat yang sama juga dikirim ke koloni Belanda lainnya di Ceylon dan Cape. Dan Gubernur Jacob Mossel kemudian memerintahkan dilaksanakannya pengamatan transit venus di tahun 1761. Tapi siapa yang bisa melakukan pengamatan?

Baca Juga: Menerka Gagasan Giuseppe Racina, Sang Arsitek Mausoleum Khouw Oen Giok