Pengamatan Transit Venus dari Gang Torong Batavia Abad Ke-18

By National Geographic Indonesia, Rabu, 24 Februari 2021 | 19:08 WIB
Observatorium Mohr dalam lukisan J. Clement. (Zuidervaart & Gent via Langit Selatan)

Setelah pengamatan yang ada sisi gagalnya karena faktor awan di bulan Juni 1769, Mohr kemudian menantikan terjadinya transit planet Merkurius pada tanggal 10 November 1769 sebelum ia mengirimkan laporannya dengan kapal VOC.

Observatorium Mohr juga pernah dikunjungi Kapten James Cook dan Louis Antoine de Bougainville. Kunjungan James Cook terjadi pada tahun 1770 terjadi saat kapal Endeavour miliknya membutuhkan perbaikan dan transit di Batavia.  Kesempatan kehadiran James Cook dimanfaatkan oleh Mohr dengan menyerahkan catatan pengamatan transit Venus dan Merkurius di tahun 1769 versi bahasa latin untuk dibawa ke Eropa. Catatan ini kemudian dikirim James Cook ke Royal Societies dan dipublikasikan dalam tulisan Transitus Veneris & Mercurii in Eorum Exitu e Disco Solis, 4to Mensis Junii & 10mo Novembris, 1769 di Philosphcal Transactions pada 1 Januari 1771.

Dan di kisaran tahun 1770-an, kegiatan Mohr memberi inspirasi pada orang Eropa yang tinggal di Hindia Belanda untuk melakukan gerakan ilmiah dan membentuk “Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen” (Batavian Society of Arts and Sciences).!break!

 Baca Juga: Teleskop Bak Mesin Waktu, Astronom Temukan Galaksi Muda Dekat Big Bang

Observatorium Mohr tampak dari jauh. (Perpustakaan Nasional Jakarta)

Akhir Kisah Observatorium Mohr

Oktober 1775, Mohr meninggal karena masalah kesehatan dan memoar ilmiah terakhirnya tercatat di tahun 1773. Catatannya itu memberi gambaran ledakan gunung api Papandayan. Menurut laporannya, pada tanggal 11-12 Agustus 1172 Papandayan memuntahkan kemarahannya dan menelan area seluas 240 km persegi dan menghancurkan 40 desa dengan korban jiwa hampir mencapai 3000 jiwa.

Di tahun 1764, Mohr pernah mengirimkan pemrintaan ke Hollandsche Maatschappij di Haarlem untuk mengirimkan lebih banyak lagi anggota ke Hindia Belanda untuk mempromosikan astronomi dan sains secara umum. Karena meski sudah ada yang bekerja di berbagai bidang sains saat itu, maka semakin banyak anggota yang melakukan penelitian di Indonesia akan memberikan langkah maju yang sangat besar bagi asosiasi.

Tahun 1780, lima tahun setelah Mohr meninggal Observatorium pribadinya itu mengalami kerusakan hebat akibat gempa dan tinggal puing-puing. Setelah kematian istri Mohr, Anna Elisabeth van ’t Hoff,  Mei 1782 bangunan observatorium tersebut kemudian digunakan sebagai kantor dan barak tentara sampai dengan tahun 1809 sebelum kemudian dihancurkan.  Di tahun 1844, bangunan itu hanya menyisakan batu fondasinya saja. Saat ini, lokasi dimana Observatorium Mohr pernah berdiri diduga menjadi lokasi bagi SD Katolik Ricci.

Nasib instrumen yang ada di observatorium itu juga tak berbeda jauh. Sebelum meninggal instrumen milik Mohr dijual oleh Anna Elisabeth van ‘t Hoff di tahun 1776 pada Johannes Hooijman, penggagas Bataviaasch Genootschap, yang kemudian mengirimkannya ke Belanda untuk diperbaiki. Perbaikan diperlukan karena selama di Batavia instrumen tersebut mengalami kerusakan akibat iklim yang panas dan lembab. Sayangnya di Belanda instrumen tersebut terlupakan selama bertahun-tahun dalam loteng sebuah gudang di Amsterdam.  Saat ini diketahui sebagian instrumen itu tersebar sebagai koleksi di beberapa museum Belanda. Dan nama Mohr diabadikan sebagai nama planet kecil 5494 johanmohr yang ditemukan pada 1933.

Observatorium Mohr mungkin tinggal nama yang bahkan hampir tidak pernah didengar oleh masyarakat masa kini. Tapi keberadaannya sebagai observatorium pertama di Indonesia memberikan torehan cerita dan sentuhan ilmiah yang tidak akan pernah lekang dimakan waktu.  Observatorium Mohr memang sudah tidak tersisa tapi catatan pengamatan dari tanah Batavia, Hindia Belanda, masih tetap ada sekaligus menorehkan titik awal keberadaan astronomi di Indonesia.