Kelana Budaya Panji yang Melintasi Bentuk, Tempat, dan Waktu

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 28 Februari 2021 | 11:42 WIB
Ilustrasi penari topeng (Dok. Shutterstock)

Misal, dalam konteks Majapahit juga mempengaruhi kisahnya. Kisah cinta dua kerajaan itu dapat disangkut-pautkan dengan kisah Hayam Wuruk yang hendak menikahi Dyah Pitaloka dari Kerajaan Sunda.

Pada segi tempat, pun segala tempat dapat berkreasi dan tak mutlak milik masyarakat Jawa Timur saja. Setiap tempat memiliki naskah, varian cerita, pemahaman dan pembahasaannya sendiri.

"Kalau ditanya soal orisinil [versi] yang mana, semua orisinil," terang pegiat budaya Panji, Henri Nurcahyo. "Itu enggak ada satupun yang asli lalu diduplikat, cuma versi itu beda-beda lalu berkembang di daerah-daerah kemudian beradaptasi menyatu dengan budaya setempat."

Varian ceritanya yang beragam, membuatnya alur ceritanya tak ada yang pasti. Ada yang menggunakan sudut pandang tokoh lelaki, ada pula yang perempuan.

Tetapi yang jelas satu dari sekian kisah dari Panji, belum tentu dapat diterima oleh budaya daerah lainnya yang dipengaruhinya. Sebab "kreativitas dan persepsinya dari segi [budaya] masyarakat sebagai penikmat dan penulisnya, itu bisa berbeda dari daerah lain," terang Andra. 

Lukisan Bali yang menggambarkan Pangeran Panji bertemu tiga perempuan di hutan. (Koleksi Tropenmuseum)

Itu pula alasan mengapa belum banyak cerita yang dapat diangkat lewat pengemasan seni lainnya. Selain karena ragam varian cerita, juga karena belum tentu sesuai dengan budaya dimana pengemasan itu berkembang. 

Henri dan Andra sepakat, bahwa budaya Panji yang berkembang pada masanya murni milik Asia Tenggara terlepas dari pengaruh budaya luar. Panji muncul dan berkutat ketika kisah Ramayana dan Mahabarata dari India menjadi populer di Asia Tenggara.

Lagipula, Andra menambahkan, uniknya budaya Panji terletak pada posisi politik tokohnya yang tak terpusat seputar istana. Ia membandingkan dengan Mahabarata yang kisahnya berpusat pada urusan istana dengan kerajaan lain.

"Okelah kalau dia [Inu Kertapati itu seorang] Pangeran--orang istana. Tapi dia hadir di masyarakat dengan beralih peran, mengembara, bertemu orang-orang, jadi dirinya sendiri, pemahat, sirkus, penari, jadi banci. Artinya cerita-cerita itu terjadi dari bawah, merakyat," papar Andra.

Baca Juga: Topeng Malang yang Tergerus Zaman

Berkat tersebarnya budaya Panji yang ada di seluruh Asia Tenggara, memberikan makna tersendiri pada kacamata budaya dan sejarah. Melalui sisi budaya dapat dilihat betapa universalnya cerita itu pada masyarakat setempat.

Ketika kisah itu menyatu dengan budaya masyarakat di suatu daerah, ia juga melahirkan tafsir yang beragam, seperti makna cinta dan filosofisnya.

"Ketika dia [budaya Panji] berada di penghujung Majapahit, dia menyebar lagi karena pelarian masyarakat Hindu-Buddha," katanya.

Dia menyebutkan dalam konteks sejarah budaya terdapat satu petunjuk bahwa tersebarnya Panji ialah lewat jalur perdagangan. Lewat pengangkutan rempah dari Nusantara, kisah itu masuk dalam jalurnya oleh masyarakat yang bermigrasi. Lalu tersebar ke negeri lainnya di Asia Tenggara.

Adrian Vickers lewat buku Peradaban Pesisir: Menuju Sejarah Budaya Asia Tenggara, kisah ini dianggap sebagai khazanah peradaban pesisir Asia Tenggara, sebagai akibat penyebaran lewat jalur perdagangan laut.

Sosok Inu Kertapati juga terbawa seperti lafal nama "Inao" di kerajaan Ayuthayya (kini Thailand). Raja Rama II, dalam Britannica, menganggap Inao ini adalah kisah tradisional dramatis yang populer di jiwa masyarakatnya lewat drama-tari seperti Sang Thong.

Panji juga telah terbang melintasi samudera ke benua Eropa, lewat pementasannya di beberapa negara, seperti yang dilakukan peneliti budaya Lydia Kieven, bersama seniman Agus Bima Prayitna.

Kieven dalam webinar Kelana Panji di Eropa juga mengakui, bila dirinya memperkenalkan Panji lewat berbagai ceramah pengenalan budaya di Eropa.

Sedangkan secara naskah, budaya Panji banyak diarsipkan di University of Leiden yang dikoleksi sejak abad XVII. Sehingga, menurut Rogert Tol dari institusi itu, Panji cukup terkenal terutama di kalangan akademis dan pustakawan.

Ki Pono Wiguno sedang membuat topeng tokoh Prabu Klono di kediamannya di Desa Diru Bantul, Yogyakarta. Dia seniman yang membuat topeng lakon khas Panji sejak 1971. Berawal dari kesenangannya mengikuti kakeknya bernama Ki Warso Waskito, keahlian membuat topeng diwariskan kepada Pono. Misinya begitu b (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)