Sains Bumi: Perubahan Medan Magnet Bumi Berdampak pada Kehidupan Purba

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 28 Februari 2021 | 13:00 WIB
Ilustrasi medan magnet Bumi. (Naeblys/Getty Images/iStockphoto)

"Kami menggunakan pohon kauri Selandia Baru kuno (Agathis australis) untuk mengembangkan catatan rinci tingkat radiokarbon atmosfer semasa Laschamps Excursion," tulis mereka dalam laporan.

"Kami secara tepat mencirikan pembalikan geomagnetik dan melakukan pemodelan hubungan kimia-iklim global dan penanggalan radiokarbon terperinci dari catatan lingkungan purba untuk menyelidiki dampaknya."

Penelitian ini menjadi studi pertama yang menghubungkan pembalikan kutub magnet dengan perubahan lingkungan berskala besar, klaim mereka dalam laporan.

Selama pembalikan, medan magnet yang menjadi pelindung planet dari dari rentetan partikel bermuatan yang terpancar dari matahari, dapat kehilangan kekuatannya. Partikel matahari kemudian masuk dan berdampak pada persitiwa kepunahan.

Awalnya untuk membuktikan hubungannya sangat sulit, sebab "pendapat umum mengangap perubahan geomagnetik tidak berdampak pada iklim atau apapun," ungkap Alan Cooper, salah satu peneliti dari BlueSky Genetics di Adelaide.

Cooper menjelaskan, untuk mevalidasinya perlu ada penanggalan yang tepat terkait waktu dan durasi geomangetik. Penanggalan juga harus berhubungan dengan catatan di lingkungan seperti, batuan--baik yang biasa maupun magnetik, dan inti es.

Baca Juga: Medan Magnet Bumi Dapat Bergeser 10 Kali Lebih Cepat dari yang Diperkirakan

Inti es merupakan sampel inti yang berasal dari lapisan terdalam es di kutub maupun gletser di gunung bersalju (Richard, 2000, pp. 71-73). Karena tertimbun selama beberapa tahun oleh lapisan salju tahunan, inti es merupakan bagian tertua dari keseluruhan.

Maka dari itu, pohon kauri yang telah diketahui sebagai pohon paling kuno di dunia sangat berperan dalam penanggalan ini. Pohon itu terjaga berkat rawa-rawa di sekitarnya sejak 42.000 tahun yang lalu. Penanggalan karbon yang sebelumnya ditemukan, menguak adanya karbon radioaktif yang menjelaskan asal-usulnya.

Salah satu bagian dari pohon Kauri yang ditebang untuk dijadikan bahan mebel. (© Nelsons Kaihu Kauri)

Catatan itu mengungkapkan bahwa terdapat perubahan besar pada karbon-14 pohon itu selama ekskursi Laschamps. Menurut para peneliti, ini diakibatkan adanya sinar kosmik yang masuk yang menghasilkan banyak karbon-14 di atmosfer Bumi. Karbon ini meresap ke dalam jaringan pohon itu.

Bukti itu diungkap lewat simulasi yang dihubungkan dengan pelemahan medan magnet, yang juga mempengaruhi pola cuaca atmosfer. Peningkatan partikel magnet yang memasuki atmosfer meningkatkan hidorgen dan nitrogen oksida yang memakan ozon.

Akibatnya, dapat mengurangi kemampuan ozon stratosfer dan memudahkan penghuni Bumi terpapar radiasi ultraviolet. Perubahan atmosfer juga memengaruhi penyerapan sinar matahari yang masif untuk memanaskan Bumi.

Baca Juga: Ahli Ungkap Alasan Ikan Hiu Mirip Wajah Manusia di Rote Ndao NTT

Anehnya, para peneliti melaporkan, efek itu terjadi tidak terjadi selama puncak pembalikan kutub. Melainkan terjadi beberapa ratus tahun sebelumnya, yakni sekitar 42.300 hingga 41.600 tahun yang lalu.

Selama masa transisi ke puncak pembalikan, membuat medan magnet bumi menyusut sekitar 6 persen dari kekuatannya hari ini. Sedangkan di masa puncaknya menguat sekitar 28 persen dari hari ini.

Lewat perbandingan penanggalan peristiwa magnetis dengan catatan inti es, terdapat adanya aktivitas mathari pada periode yang sama. Kombinasi keduanya menjadi 'badai besar' dari perubahan iklim dan lingkungan global.

Turney berujar, faktor-faktor itulah yang mungkin menyebabkan persaingan antara megafauna dan populasi manusia. Ketika wilayah yang ramah menyusur mengharuskan perburuan oleh manusia, dan adaptasi fisiologi mereka.

Bukti lain yang menunjukkan lapisan ozon yang menipis terdapat oker merah yang dibuat untuk lukisan cadas. Dalam laporan mereka, diduga oker merah juga berfungsi sebagai tabir surya.

Baca Juga: Lukisan Cadas 45.500 Tahun Asal Sulawesi Jadi Temuan Tertua di Dunia

Pada bagian kesimpulan mereka mengungkapkan bahwa pembalikan magnetik memicu kejadian serupa di masa yang lebih tua belum diketahui.

"Kami harap komunitas [peneliti] akan melihat kumpulan data biologis dan arkeologi melalui pandangan yang berbeda," ungkap Turney untuk studi kedepannya.

Bagaimana dengan hari ini?

Studi sebelumnya oleh Christopher J Davies dari School of Earth and Environment, University of Leeds mengungkapkan prediksi perubahan medan magnet yang akan terjadi di masa depan. Studi ini terbit Nature Communications pada 6 Juli 2020.

Ia menulis, dampaknya tak mengancam kehidupan melainkan mengancam infrastruktur elektronik, seperti mengganggu komunikasi satelit, GPS, dan jaringan listrik. Hal ini disebabkan karena terjadinya badai geomagnetik, momen interaksi antara medan magnet dengan radiasi matahari.

Studi ini mengungkapkan perubahan medan magnet Bumi dapat bergeser sepuluh kali lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Ia membandingkannya dengan hasil temuan Leonardo Sagnotti dan timnya yang dipublikasikan di Geophysical Journal International (Vol.199 Desember 2014).

---

Membalikkan bidangApakah pembalikan medan geomagnetik terestrial berpengaruh pada iklim bumi? Cooper et al. membuat catatan radiokarbon yang tepat bertanggal sekitar waktu pembalikan geomagnetik Laschamps sekitar 41.000 tahun yang lalu dari cincin pohon kauri rawa Selandia Baru. Catatan ini mengungkapkan peningkatan substansial dalam kandungan karbon-14 di atmosfer yang berpuncak pada periode melemahnya kekuatan medan magnet sebelum sakelar polaritas. Para penulis memodelkan konsekuensi dari peristiwa ini dan menyimpulkan bahwa medan geomagnetik minimum menyebabkan perubahan substansial dalam konsentrasi ozon atmosfer yang mendorong perubahan iklim global dan lingkungan yang sinkron.

Arsip geologi mencatat beberapa pembalikan kutub magnet bumi, tetapi dampak global dari peristiwa ini, jika ada, tetap tidak jelas. Kalibrasi radiokarbon yang tidak pasti telah membatasi penyelidikan efek potensial dari inversi magnetik besar terakhir, yang dikenal sebagai Laschamps Excursion [41 hingga 42 ribu tahun lalu (ka)]. Kami menggunakan pohon kauri Selandia Baru kuno (Agathis australis) untuk mengembangkan catatan rinci tingkat radiokarbon atmosfer di Laschamps Excursion. Kami secara tepat mencirikan pembalikan geomagnetik dan melakukan pemodelan kimia-iklim global dan penanggalan radiokarbon terperinci dari catatan paleoenvironmental untuk menyelidiki dampak. Kami menemukan bahwa medan geomagnetik minima ~ 42 ka, dalam kombinasi dengan Grand Solar Minima, menyebabkan perubahan substansial dalam konsentrasi dan sirkulasi ozon atmosfer, mendorong pergeseran iklim global yang sinkron yang menyebabkan perubahan lingkungan yang besar, peristiwa kepunahan, dan transformasi dalam catatan arkeologi.