Jokowi Keluarkan Limbah Batu Bara dan Sawit dari Kategori Berbahaya

By Utomo Priyambodo, Selasa, 16 Maret 2021 | 11:00 WIB
Potongan cover majalah TIME yang menampilkan foto paras Joko Widodo. (Time.com)

Tak hanya mengeluarkan limbah batu bara dari kategori B3, Presiden Jokowi juga menghapus limbah hasil penyulingan sawit atau spent bleaching earth (SBE) dari kategori B3. Aturan itu tercatat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Beleid itu sah pada 02 Februari 2021.

Hukum ini merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Omnibus Law tentang Cipta Kerja. SBE masuk dalam kategori limbah non-B3 pada lampiran XIV PP 22/2021.

"Proses industri oleochemical dan/atau pengolahan minyak hewani atau nabati yang menghasilkan SBE hasil ekstraksi (SBE Ekstraksi) dengan kandungan minyak kurang dari atau sama dengan 3 persen," demikian penjelasan soal limbah SBE dalam aturan itu.

Beleid ini mengubah aturan sebelumnya pada PP 101 Tahun 2014. PP itu sah pada zaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam PP 101/2014, limbah penyulingan sawit masuk dalam kategori B3.

Baca Juga: Alih Fungsi Hutan Jadi Kebun Sawit Bikin Suhu Indonesia Makin Panas

Produksi minyak kelapa sawit. (Zika Zakiya)

Putusan Jokowi untuk mengeluarkan limbah batu bara dan sawit dari kategori B3 ini tak terlepas dari desakan pengusaha. “Peraturan penghapusan limbah batu bara dari kategori limbah berbahaya dan beracun (B3) tidak terlepas dari desakan simultan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) yang menjadi bagian di dalamnya sejak pertengahan tahun 2020,” ungkap Trend Asia, lembaga yang berfokus di bidang energi terbarukan.

Sebelumnya APINDO mengklaim limbah batu bara tidak berbahaya sesuai hasil penelitian mereka. “Sebanyak 16 asosiasi di Apindo sepakat mengusulkan penghapusan fly ash dan bottom ash (FABA), karena berdasarkan hasil uji pun menyatakan bahwa FABA bukan merupakan limbah B3,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Apindo, Haryadi B. Sukamdan, Kamis (18/6/2020), dikutip dari apbi-icma.org.

Asosiasi yang mendukung langkah itu adalah Gapkindo (Gabungan Perusahaan Karet Indonesia), APPI (Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia), IMA (Indonesian Mining Association), GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia), API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia), Akida (Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Indonesia), Apolin (Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia).

Kemudian, ada juga APKI (Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia), APROBI (Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia), GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), Inaplas (Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia), ASAKI (Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia), APBI-ICMA (Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia), AIMMI (Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia), APSyFI (Asosiasi Produsen Serat Benang dan Filamen Indonesia), dan GIMNI (Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia).

Baca Juga: Penggundulan Hutan untuk Sawit di Indonesia Turun, tapi Banyak Catatan