Jokowi Keluarkan Limbah Batu Bara dan Sawit dari Kategori Berbahaya

By Utomo Priyambodo, Selasa, 16 Maret 2021 | 11:00 WIB
Potongan cover majalah TIME yang menampilkan foto paras Joko Widodo. (Time.com)

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) juga pernah meminta pada Jokowi untuk mengeluarkan limbah sawit itu dari kategori B3 pada Juli 2020. “Kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menetapkan SBE menjadi limbah B3, jelas menambah beban pelaku usaha industri pemurnian minyak sawit di Indonesia," ujar Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Senin (20/7/2020), seperti dikutip dari Kontan.

Menurut Sahat, SBE memiliki potensi pengolahan menjadi produk bernilai tinggi yaitu recovered oil (R-oil). Limbah sawit ini juga dapat menghasilkan pengganti pasir bahan bangunan, bahan pupuk mikronutrien, pelapis dasar jalan raya, bahan baku keramik, penggunaan ulang bahan baku bleaching earth, dan bahan baku semen.

Sebelumnya, pihak KLHK sepakat bahwa SBE dapat dimanfaatkan. Namun, mereka menyatakan SBE tetap sebagai bahan berbahaya dan beracun.

SBE saat ini sering dibuang begitu saja di tanah. Mengutip sebuah makalah di AIP Conference Proceedings, limbah penyulingan sawit ini dapat menyebabkan polusi berat air dan udara.

“Di Malaysia, praktik umum saat ini adalah pembuangan SBE di tempat pembuangan sampah, yang menyebabkan kebakaran dan bahaya polusi karena degradasi minyak sisa di dalamnya, serta emisi gas rumah kaca (GRK),” tulis makalah itu.

Baca Juga: Riset Ungkap Kenapa Banjir di Indonesia Terjadi Lebih Sering dan Parah

Limbah batu bara pun sebenarnya tak kalah berbahaya dari SBR. Menurut Trend Asia dalam cuitannya di akun twitter @TrendAsia_Org, “Keputusan pemerintah menghapus limbah batu bara dari kategori limbah berbahaya dan beracun (B3) adalah keputusan bermasalah dan sebuah kabar sangat buruk bagi kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.” Padahal, sebagian besar negara lain sebenarnya masih memasukkan limbah batu bara sebagai kategori limbah B3.

“Limbah batu bara sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat karena mengandung senyawa kimia seperti arsenik, timbal, merkuri, kromium, dsb,” tulis Trend Asia.

Hal itu diamini juga oleh pakar kesehatan yang menyatakan debu batu bara dapat membuat paru-paru menghitam karena penyakit pneumokoniosis. “Kasus ini umumnya muncul pada pekerja batu bara, nama lainnya coal workers pneumoconiosis,” jelas Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan, Agus Dwi Susanto, dikutip dari web Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Agus mengatakan, kasus ini dapat terjadi karena debu batu bara menumpuk di paru-paru. Lama-kelamaan tumpukan batu bara itu akan mengeraskan jaringan paru dan menurunkan fungsinya. Menurut Agus, warga yang hidup di dekat area penghasil limbah batu bara dapat terkena penyakit serupa. Fenomena ini biasanya baru disadari setelah 10 tahun terpapar debu batu bara. Gejala paru-paru menghitam ini adalah sesak napas dan batuk sesekali dengan dahak berwarna hitam.