Senyawa Ganja Berpotensi Menghambat Replikasi Virus Corona di Manusia

By Utomo Priyambodo, Selasa, 16 Maret 2021 | 17:58 WIB
Wacana legalisasi ganja di Indonesia. (georgeoprea9/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id—Hasil riset dari sekelompok peneliti di Amerika Serikat menunjukkan bahwa senyawa dari tanaman ganja ternyata mampu menghambat infeksi parah virus corona 2 (SARS-CoV-2) terhadap sel paru-paru manusia. SARS-CoV-2 sendiri adalah virus yang bertanggung jawab atas pandemi penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) yang hingga kini masih melanda dunia.

Marsha Rosner, peneliti biokimia dari University of Chicago di Illinois, dan rekan-rekannya menemukan bahwa cannabidiol (CBD) dan metabolitnya, 7-OH-CBD, secara kuat mampu memblokir replikasi atau atau proses memperbanyak diri SARS-CoV-2 di sel epitel paru. Senyawa dari ganja tersebut mampu menghambat ekspresi gen virus corona dan membalikkan banyak efek virus tersebut pada transkripsi gen inang.

Studi ini menyoroti CBD, dan metabolit aktifnya, 7-OH-CBD, sebagai agen pencegahan potensial dan pengobatan terapeutik untuk SARS-CoV-2 pada tahap awal infeksi,” kata Rosner dan tim seperti dilansir News Medical.

Laporan hasil studi ini kini sedang menjalani peer-review. Adapun versi pre-print dari makalah penelitian ini tersedia di website bioRxiv.

Baca Juga: Satu Tahun Corona di Indonesia: Pandemi Ini Diprediksi Jadi Endemik

 

Saat ini memang sudah banyak vaksin corona yang telah dibuat dan disetujui oleh WHO untuk digunakan masyarakat secara umum. Namun begitu, virus corona masih menyebar dengan cepat dan menginfeksi banyak orang tiap harinya. Oleh karena itu, Rosner dan rekan-rekannya mengatakan perlunya pendekatan alternatif, terutama untuk populasi dengan akses terbatas ke vaksin.

Rosner dan rekan-rekannya juga mengatakan beberapa penelitian telah melaporkan bahwa cannabinoid tertentu memiliki efek antivirus terhadap virus hepatitis C dan virus lain. Selain itu, obat oral CBD juga telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food and Drug Administration/FDA) untuk pengobatan epilepsi.

Adapun dalam riset mengenai efek senyawa CBD pada replikasi virus corona ini, para peneliti melakukan pre-treatment pada sel A549 sebagai sel karsinoma paru manusia yang mengekspresikan ACE-2 (A549-ACE2) dengan memberikannya 0-10μM CBD selama 2 jam. Kemudian mereka menginfeksi sel tersebut dengan SARS-CoV-2.

Analisis sel selama 48 jam kemudian menunjukkan bahwa CBD secara potensial menghambat replikasi virus di dalam sel.

Baca Juga: Riset: Virus Corona Lebih Banyak Menular Lewat Udara ketimbang Benda

Tim kemudian menyelidiki juga apakah senyawa kanabinoid lain yang berasal bukan dari tanaman ganja juga dapat menghambat infeksi SARS-CoV-2. Uniknya, ternyata satu-satunya senyawa kanbinoid yang secara kuat menghambat replikasi virus hanyalah CBD dari ekstrak ganja. Adapun senyawa kanabinoid lain, setelah diuji, ternyata hanya memiliki efek antivirus yang sangat terbatas atau bahkan tidak memiliki efek antivirus.

Lebih lanjut, metabolit 7-OH-CBD, bahan aktif dalam pengobatan epilepsi dengan menggunakan CBD, juga secara efektif menghambat replikasi SARS-CoV-2 dalam sel A549-ACE2.

Ketika para peneliti menyelidiki apakah CBD dapat mencegah pembelahan proteolitik oleh Mpro atau PLpro, mereka menemukan CBD tidak berpengaruh pada aktivitas protease. Hal ini membuat tim berhipotesis bahwa CBD menargetkan proses sel inang.

Hasil pengobatan dengan CBD selama 24 jam pada sekuens RNA dari sel A549-ACE2 yang terinfeksi SARS-CoV-2 juga menunjukkan penekanan yang signifikan dari perubahan ekspresi gen yang diinduksi virus tersebut. Jadi,  para peneliti meyakini, CBD secara efektif menghilangkan ekspresi RNA virus, termasuk RNA yang mengkode protein spike.

Selain itu, CBD secara efektif membalikkan induksi virus dari sitokin yang dapat memicu respons hiperinflamasi yang mematikan efek yang disebut sebagai "badai sitokin" selama tahap infeksi selanjutnya.

“Jadi, CBD memiliki potensi tidak hanya untuk bertindak sebagai agen antivirus pada tahap awal infeksi tetapi juga untuk melindungi host dari sistem kekebalan yang terlalu aktif pada tahap selanjutnya,” kata Rosner dan tim.

Baca Juga: Jumlah Orang Hikikomori Diprediksi Meningkat Pasca Pandemi COVID-19

Secara garis besar hasil riset ini menunjukkan jumlah kejadian infeksi SARS-CoV-2  pada pasien yang mengonsumsi CBD ditemukan lebih rendah daripada mereka yang tidak mengonsumsinya. Rincinya, kejadian SARS-CoV-2 hanya ditemukan sebanyak 1,2% di antara pasien yang diresepkan CBD, dibandingkan dengan 12,2% di antara pasien yang tidak memakai CBD.

“Penurunan substansial dalam risiko infeksi SARS-CoV-2 pada pasien yang menggunakan CBD yang telah dilegalkan FDA menyoroti potensi kemanjuran obat ini dalam memerangi infeksi SARS-CoV2,” kata Rosner dan rekan-rekannya.

“Kami menganjurkan uji klinis terkontrol dengan plasebo yang dirancang dengan hati-hati dengan konsentrasi yang diketahui dan formulasi yang sangat khas untuk menentukan peran CBD dalam mencegah dan mengobati infeksi dini SARS-CoV-2,” simpul mereka.