Menurut Awang, interpretasi bahwa Sesar Lembang dapat memicu gempa berkekuatan 6,5 sampai 7 magnitudo berdasarkan total panjang rupture atau rekahannya adalah sesuatu yang kurang tepat. Sebab, meski memiliki total panjang 29 kilometer, "Sesar Lembang terbagi menjadi enam segmen dengan panjang masing-masing 4 sampai 6,5 kilometer. Dan sambungan antarsegmen itu ada yang berupa belokan releasing dan restraing" papar Awang.
Sambungan antarsegmen itu akan melemahkan gaya yang ada. Jadi, jikapun ada propagasi gaya dari tepi lempeng, sangatlah sulit bagi semua segmen Sesar Lembang untuk bergerak bersamaan dan menghasilkan gempa besar.
"Jadi tidak bisa kita mengambil langsung total (panjang sesar) 29 kilometer. Itu terlalu over simplification," tegas Awang.
Baca Juga: NASA Bingung dengan Munculnya Garis-Garis Geologi Aneh di Rusia
Menurut data yang ia peroleh, gempa-gempa yang telah terjadi di Sesar Lembang hanyalah di antara Magnitudo 1 sampai 3 dan itu pun hanya di segmen-segmen tertentu.
Awang juga mengatakan bahwa data paritan paleoseismologi dari Sesar Lembang yang menyebutkan pernah terjadi gempa sebesar 7 Magnitudo pada pertengahan abad ke-15 Masehi itu "hanyalah interpretasi, bukan data Magnitudo pengukuran instrumen."
Ia juga menambahkan, opini bahwa siklus gempa Sesar Lembang yang diperkirakan antara 170-670 tahun pun tak bisa dipakai sebagai dasar bahwa saat ini sudah mendekati akhir siklusnya. Jadi, dugaan bahwa gempa Sesar Lembang potensial segera terjadi adalah hal yang tidak tepat, menurut Awang, karena siklus tersebut sifatnya interpretatif.
Meski demikian, Awang menegaskan bahwa "ancaman gempa Sesar Lembang tidak boleh disepelekan sebab kegempaannya nyata telah terjadi." Namun begitu, ia mengimbau, kita tidak perlu berlebihan menyikapi hasil interpretasi mengenai potensi gempa besar dari sesar itu sehingga tidak menyebabkan kekhawatiran berlebihan.
Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon