Melihat Ulang Ancaman Sesar Lembang yang Disebut Membahayakan Bandung

By Utomo Priyambodo, Selasa, 23 Maret 2021 | 08:00 WIB
Kota Bandung dari atas. (Wikimedia Commons/BxHxTxCx)

Nationalgeographic.co.id—Pada 13 Desember 2018 hasil sebuah riset mengenai Sesar Lembang terbit di jurnal internasional Tectonophysics. Riset yang dikerjakan oleh Mudrik Rahmawan Daryono, peneliti geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan rekan-rekannya itu mengungkapkan bahwa Sesar Lembang memiliki potensi gempa kuat, yakni bisa mencapai 6,5 sampai 7,0 magnitudo.

Kekuatan gempa sebesar itu bisa muncul bila enam bagian Sesar Lembang bergerak bersamaan. Keenam bagian “ular panjang” yang meliuk-liuk itu adalah Cimeta, Cipogor, Cihideung, Gunung Batu, Cikapundung, dan Batu Lonceng. Keenam bagian patahan aktif itu membentang sepanjang 29 kilometer dari Kecamatan Padalarang di wilayah Bandung Barat hingga Kecamatan Cilengkrang di wilayah Bandung Timur.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sendiri pernah membuat peta simulasi apabila Sesar Lembang memicu gempa berkekuatan 6,8 magnitudo. Hasilnya terlihat, daerah yang bakal terdampak paling parah oleh patahan aktif ini adalah kecamatan-kecamatan terdekatnya, seperti Kecamatan Cisarua, Kecamatan Lembang, Kecamatan Parongpong, dan Kecamatan Ngamprah yang membentang dari wilayah Bandung Barat hingga Bandung Timur. Selain itu, Kota Bandung ternyata juga terlihat jelas berpotensi mengalami kerusakan sedang hingga berat.

Peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Haikal Sedayo, pernah membuat sebuah riset untuk mengestimasi besar kerugian Kota Bandung akibat Sesar Lembang. Hasil perhitungannya begini: Apabila Sesar Lembang menimbulkan gempa 6,8 magnitudo, Kota Bandung diperkirakan bakal menderita kerugian rata-rata sebesar Rp 61 triliun dengan standar deviasi +/- Rp 20,93 triliun.

Terkait dengan ancaman gempa Sesar Lembang terhadap wilayah Kota Bandung ini, geolog independen Awang Harun Satyana memiliki pendapat berbeda. Menurutnya, wilayah Kota Bandung cenderung aman dari bahaya Sesar Lembang. Pertama, karena di antara wilayah Sesar Lembang dan Kota Bandung terdapat gunung-gunung api yang akan melemahkan gaya gempa dari Sesar Lembang ke Kota Kembang tersebut.

Selain itu, Awang juga meragukan bahwa Sesar Lembang benar-benar dapat menghasilkan gempa bumi hingga sebesar 6,5 sampai 7 Magnitudo. "Gempa-gempa yang tercatat pernah terjadi di Sesar Lembang selama ini hanyalah gempa-gempa kecil," kata Awang alam acara webinar bertajuk "Melihat Ulang Ancaman Gempa dari Megathrust Jawa dan Sesar Lembang: Pertimbangan Geotektonik" pada Sabtu (13/3/2021).

Baca Juga: Rawan Bencana, BNPB akan Pasang Papan Informasi di Sepanjang Sesar Lembang

Observatorium Bosscha di Lembang. (Wikipedia Fauziah)

 

Lebih lanjut Awang menjelaskan bahwa di kalangan para ahli geologi sendiri terdapat perbedaan pendapat mengenai Sesar Lembang. Setidaknya ada empat mazhab pandangan terkait Sesar Lembang, yakni sebagai berikut.

Mazhab 1: Sesar Lembang sebagai bentukan dari proses magmatik Gunung Sunda.Mazhab 2: Ditemukan bukti ketidakselarasan di 500 hingga 2000 tahun lalu pada Sesar Lembang berdasarkan hasil penyelidikan geologi, sehingga diperkirakan sesar ini memiliki potensi gempa hingga 7 magnitudo. Mazhab 3: Sesar Lembang adalah sesar mendatar (strike-slip). Deformasi Sesar Lembang bersifat creeping (merayap) dan gempa-gempa yang dihasilkan hanyalah gempa-gempa kecil.Mazhab 4: Belum bisa memastikan tingkat aktivitas Sesar Lembang karena belum cukup data.

Baca Juga: Sesar Kairatu, Pemicu Serangkaian Gempa di Ambon

Berdasarkan data-data yang ia telaah, Awang sendiri meyakini bahwa Sesar Lembang terbentuk dari hasil aktivitas vulkanis dari dua gunung api di dekatnya. "Jadi ini adalah sesar lama, dulunya terjadi karena collapse (runtuhan) Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Parahu," ujarnya. Sesar ini terbentuk pada 105 ribu hingga 24 ribu tahun yang lalu.

Karena ada gaya subduksi lempeng, Sesar Lembang kemudian terbentuk menjadi sesar mendatar yang sinistral atau bergeser ke arah kiri. Laju pergeseran sesar ini adalah 4 sampai 6 milimeter per tahun, kata Awang.

Posisi tektonik Sesar Lembang ada di intraplate alias tengah lempeng, bukan di tepi lempeng atau suture teran (sambungan mikrolempeng) seperti Sesar Palu, Sesar Sumatra, Sesar Sorong. Maka, menurut Awang, reaktivasi Sesar Lembang akan bersifat sekunder, yakni karena adanya propagasi tekanan dari tepi lempeng.

Menurut Awang, interpretasi bahwa Sesar Lembang dapat memicu gempa berkekuatan 6,5 sampai 7 magnitudo berdasarkan total panjang rupture atau rekahannya adalah sesuatu yang kurang tepat. Sebab, meski memiliki total panjang 29 kilometer, "Sesar Lembang terbagi menjadi enam segmen dengan panjang masing-masing 4 sampai 6,5 kilometer. Dan sambungan antarsegmen itu ada yang berupa belokan releasing dan restraing" papar Awang.

Sambungan antarsegmen itu akan melemahkan gaya yang ada. Jadi, jikapun ada propagasi gaya dari tepi lempeng, sangatlah sulit bagi semua segmen Sesar Lembang untuk bergerak bersamaan dan menghasilkan gempa besar.  

"Jadi tidak bisa kita mengambil langsung total (panjang sesar) 29 kilometer. Itu terlalu over simplification," tegas Awang.

Baca Juga: NASA Bingung dengan Munculnya Garis-Garis Geologi Aneh di Rusia

Warga yang tinggal di sekitar Sesar Lembang mayoritas berprofesi sebagai petani sayur. (Arum Tresnaningtyas)

Menurut data yang ia peroleh, gempa-gempa yang telah terjadi di Sesar Lembang hanyalah di antara Magnitudo 1 sampai 3 dan itu pun hanya di segmen-segmen tertentu.

Awang juga mengatakan bahwa data paritan paleoseismologi dari Sesar Lembang yang menyebutkan pernah terjadi gempa sebesar 7 Magnitudo pada pertengahan abad ke-15 Masehi itu "hanyalah interpretasi, bukan data Magnitudo pengukuran instrumen."

Ia juga menambahkan, opini bahwa siklus gempa Sesar Lembang yang diperkirakan antara 170-670 tahun pun tak bisa dipakai sebagai dasar bahwa saat ini sudah mendekati akhir siklusnya. Jadi, dugaan bahwa gempa Sesar Lembang potensial segera terjadi adalah hal yang tidak tepat, menurut Awang, karena siklus tersebut sifatnya interpretatif.

Meski demikian, Awang menegaskan bahwa "ancaman gempa Sesar Lembang tidak boleh disepelekan sebab kegempaannya nyata telah terjadi." Namun begitu, ia mengimbau, kita tidak perlu berlebihan menyikapi hasil interpretasi mengenai potensi gempa besar dari sesar itu sehingga tidak menyebabkan kekhawatiran berlebihan.

Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon