Studi Baru Khawatirkan Keberadaan Ikan Kakap dan Kerapu di Laut Jawa

By Utomo Priyambodo, Jumat, 26 Maret 2021 | 08:00 WIB
Ikan kakap remaja di Laut Jawa-Selat Makassar. (harum.koh via Flickr)

Dengan imbalan tertentu, para peneliti meminta nelayan untuk memotret setiap tangkapan ikan mereka di papan datar dengan skala pengukuran. Pelacak GPS juga dipasang di kapal-kapal mereka. Hal ini memungkinkan para peneliti untuk melacak berapa banyak ikan remaja yang belum dewasa ditangkap para nelayan dan di mana saja lokasi penangkapan tersebut.

Dengan informasi ini, para peneliti kemudian mengidentifikasi beberapa "hotspot" penangkapan ikan yang belum dewasa. Mereka mendefinisikannya sebagai daerah dengan 75 persen tangkapan ikannya merupakan ikan yang masih muda. Salah satu hotspot yang mereka identifikasi itu adalah kawasan Laut Jawa-Selat Makassar.

"Model-model itu menguatkan apa yang sudah kami duga," kata Wibisono sebagaimana dilansir Mongabay.

Baca Juga: Dianggap Punah 170 Tahun Lalu, Burung Pelanduk Kalimantan Muncul Lagi

Penangkapan ikan di Laut Jawa. (B10m via Flickr)

Laut Jawa-Selat Makassar merupakan perairan yang relatif dangkal sehingga disukai oleh ikan kakap dan kerapu remaja. Namun di sisi lain, selama ini daerah tersebut merupakan zona komersial dan penangkapan ikan yang penting.

Pakar pengelolaan perikanan Abdul Halim, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan bahwa melindungi perikanan demersal lereng dalam melalui sistem KPL Indonesia merupakan ide yang menarik. Dia setuju bahwa pendekatan tersebut dapat membentuk sistem pemantauan untuk ukuran ikan yang ditangkap.

Namun, menurutnya, hal itu bisa menjadi jalan yang sulit. “Tata kelola sumber daya alam di Indonesia agak unik, sumber daya alam yang hidup di lautan berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tapi pengelolaan perikanan dan kawasan konservasi berada di bawah dua subdivisi yang berbeda,” jelasnya.

Menjembatani kesenjangan antara dua bagian KKP ini dan merekonsiliasi peraturan pemerintah untuk mengelola daerah penangkapan ikan sebagai kawasan konservasi dapat menjadi tantangan birokrasi dan hukum yang berat.

Baca Juga: Nasib Kapal-Kapal Kuno yang Tenggelam di Jalur Rempah Nusantara

Halim menyarankan opsi lain untuk mengurangi tekanan penangkapan ikan kakap dan kerapu muda di wilayah Laut Jawa-Selat Makassar, yakni dengan menerapkan musim tutup tahunan. Hal semacam ini, misalnya, pernah dilakukan pemerintah Indonesia untuk melindungi keberlangsungan tuna sirip kuning di Laut Banda. Pada tahun 2015, KKP telah memutuskan untuk menutup wilayah Laut Banda seluas 130.000 kilometer persegi selama tiga bulan per tahun setelah mendapat laporan bahwa keberlangsungan tuna sirip kuning itu terancam. “Itu bisa menjadi model” untuk mengelola perikanan demersal lereng dalam, kata Halim, jika ditegakkan dengan baik. Mengingat tantangan potensial dalam menciptakan KPL untuk melindungi perikanan. “Melihat beberapa opsi lain, juga, sangat berharga untuk mengatasi masalah penangkapan ikan yang belum dewasa.”

Hidangan ikan kakap utuh di piring. ( Joan Nova via Flickr)

Terlepas dari pilihan mana yang akhirnya dipilih oleh pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengelola perikanan kakap dan kerapu ini, tampaknya itu akan perlu waktu lama untuk dieksekusi. Jawaban untuk sementara, kata Wibisono, adalah mengedukasi para nelayan untuk bisa membedakan antara mana ikan kakap dan kerapu yang masih mudah dan sudah dewasa.

Selain itu, Wibisono dan rekan-rekan penelitinya juga menyerukan perubahan dalam perilaku konsumen. Mereka mencatat bahwa keinginan konsumen untuk terus menyantap semua bagian tubuh ikan kakap secara utuh di piring adalah pendorong penangkapan atas ikan-ikan remaja tersebut.

“Sebagian besar (ikan) ditangkap ketika mereka masih remaja agar mereka (secara utuh) muat di piring,” kata Wibisono. “Sebagian besar dorongan untuk menangkap spesies ikan ini didasarkan pada preferensi konsumen," ujarnya.

Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon