Ew Jorok! Charles Darwin Meneliti Mengapa Manusia Merasakan Jijik

By Fikri Muhammad, Jumat, 2 April 2021 | 20:00 WIB
Ekspresi seseorang saat merasa jijik. (FREEPIK)

Setelah kemajuan pengetahuan, rasanya rasa jijik lebih kompleks daripada yang dibayangkan oleh Darwin. Ada yang mengatakan bahwa rasa jijik adalah respon bawaan ada juga yang mengatakan itu terjadi karena berbagai pengalaman hidup yang bergantung pada budaya dan lingkungan, dalam Disgust as an Adaptive System for Disease Avoidance Behaviour.

Bagi sebagian orang, rasa jijik yang berlebihan justru mencegah kita mengonsumi hal kotor yang justru membuat kita sehat. Seperti makanan atau minuman yang kaya dengan fermentasi. "Ini bisa jadi pedang bermata dua karena keengganan pada hal-hal asing yang sebenarnya dapat meningkatkan kesehatan dan fungsi kekebalan tubuh kita," tutur Ackerman. 

Sampul buku Charles Darwin: The Expressopn of The Emotions Man and Animals. (WIKIMEDIA)

Di tepi hutan hujan Amazon di Ekuador, sebuah tim antropolog melakukan ekspedisi pada tahun 2005 untuk bertemu dengan Shuar. Salah satu orang dalam tim itu adalah Tiara Cepon-Robins, ahli parasit dari Colorado University. Cepon-Robins mulai mempelajari bagaimana budaya, lingkugan dan emosi memengaruhi cara manusia melindungi tubuh mereka dari penyakit.