Nationalgeographic.co.id—Awal Agustus 2020 lalu, warga dunia dikejutkan oleh berita ledakan besar dari dekan pelabuhan Beirut, Lebanon. Ledakan ini menghancurkan sebagian wilayah Kota Beirut, menyebabkan ratusan orang tewas, ribuan orang lainnya terluka, dan ratusan ribu orang lainnya kehilangan tempat tinggal.
Guncangan akibat ledakan ini dirasakan di seluruh dunia. Sensor suara sejauh Tunisia dan Jerman mendeteksi gemuruh yang dalam dari ledakan tersebut. Sementara stasiun seismik yang jaraknya sekitar 500 kilometer jauhnnya masih bisa merekam getarannya.
Hasil sebuah penelitian terbaru mengungkapkan seberapa kuat daya ledak yang terjadi di Beirut saat itu. Ternyata ledakan Beirut tersebut sempat menyebabkan lapisan paling atas atmosfer bumi turut berguncang.
Fakta tersebut didapat setelah para peneliti dari National Institute of Technology, Rourkela, India, dan Hokkaido University di Jepang mengukur gangguan listrik terjadi di ionosfer, lapisan paling atas atmosfer bumi itu. Mereka kemudian menemukan bahwa ledakan Beirut itu sebanding dengan dampak banyak letusan gunung berapi.
"Kami menemukan bahwa ledakan tersebut menghasilkan gelombang yang bergerak di ionosfer ke arah selatan dengan kecepatan sekitar 0,8 kilometer per detik," kata Kosuke Heki, seorang ilmuwan bumi dan keplanetan dari Hokkaido University sebagaimana dilansir Science Alert.
Ionosfer adalah lapisan atmosfer yang memiliki ketinggian 50 kilometer dari atas permukaan bumi. Lapisan ini membentang ke setinggi ratusan kilometer jauhnya ke atas. Ciri dari ionosfer adalah adanya sejumlah besar elektron bebas-roaming yang keluar dari molekul-molekul gas di sana akibat radiasi matahari.
Baca Juga: Gunung Es Seluas Dua Kali Jakarta Lepas, Singkap Misteri Antartika
Dalam riset ini tim peneliti menggunakan variasi fase dalam transmisi gelombang mikro yang dikirim oleh Global Navigation Satellite System (GNSS) pada hari ledakan untuk menghitung perubahan dalam distribusi elektron di ionosfer. Hasil perhitungan ini kemudian menunjukkan adanya gelombang akustik yang melewati gas-gas di ionosfer itu.
Source | : | Science Alert,Scientific Reports |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR