Orangutan Tapanuli Menuju Jurang Kepunahan Akibat PLTA dan Perburuan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 2 April 2021 | 06:00 WIB
Seekor mawas jantan menantang saingannya dengan mengernyingkan gigi dan mengguncang dahan. Mawas, atau orangutan sumatra, kini diakui sebagai spesies sendiri dan berjumlah sekitar 14.000 di alam liar. (Tim Laman)

Meijaard dan tim menulis, jika dilihat secara historis luas tempat tinggal orangutan terdorong ke kawasan pegunungan Batang Boru. Para peneliti pun mencoba membandingkan data-data temuan di masa kolonial, tahun 1940-an, hingga pengamatan terbaru.

Menurut mereka, habitat orangutan makin sempit ke kawasan pegunungan itu semakin sempitnya habitat mereka yang sebelumnya.

Padahal, orangutan perlu berpindah-pindah di antara berbagai lingkungan, termasuk ke dataran rendah untuk bertahan hidup. Keberadaannya yang kini di dataran tinggi membuatnya terjebak pada situasi yang tak cocok untuk hidup secara optimal.

Pemetaan habitat orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang makin menyempit. (PLOS One & PT Balai Pustaka)

"Hal ini mengancam untuk semakin mengurangi dan memecah habitat yang tersisa, mengurangi peluang penyebaran orangutan di antara subpopulasi, dan merusak kelangsungan hidup pipulasi melalui tingkat kematian yang tidak berkelanjutan," tulis para peneliti.

Kini, orangutan yang tersisa berlokasi di Sungai batang Toru, Tapanuli Selatan, dan harus berhadapan dengan proyek PLTA dari PT North Sumatera Hydro Energy (PT NHSE).

Proyek ini dinilai membuat sub-populasi orangutan Tapanuli dapat saling berbaur, sehingga menebabkan perkawinan sedarah dan membatasi keanekargam genetik spesies itu.

Baca Juga: Penyakit Misterius Bikin Beruang di AS Jadi Jinak seperti Anjing