Orangutan Tapanuli Menuju Jurang Kepunahan Akibat PLTA dan Perburuan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 2 April 2021 | 06:00 WIB
Seekor mawas jantan menantang saingannya dengan mengernyingkan gigi dan mengguncang dahan. Mawas, atau orangutan sumatra, kini diakui sebagai spesies sendiri dan berjumlah sekitar 14.000 di alam liar. (Tim Laman)

Sebuah peluang ditemukan oleh para peneliti berkat pagebluk Covid-19. Peluang itu bersumber hilangnya pasokan dana perusahaan itu dari Bank of China, sehingga proyek dapat ditunda selama beberapa tahun ke depan.

Meijaard dan tim menyarankan pengembang, pemerintah, International Union for Conservation of Nature (IUCN), dan Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) memanfaatkannya untuk menyidik ancaman sesungguhnya untuk orangutan.

Langkah itu kemudian dapat menjadi pertimbangan kebijakan dan tindakan konservasi pada orangutan Tapanuli lebih lanjut.

Padahal pada 10 Juli 2018, melansir dari Mongabay Indonesia, 25 ilmuwan seluruh dunia mendesak pemerintah membatalkan proyek PLTA di kawasan habitat terakhir orangutan itu. Mereka tergabung dalam Alliance of Leading Environmental Researchers and Thinkers (ALERT).

Mereka menyebut, pembangunan itu merupakan lonceng kematian bagi orangutan Tapanuli.

“Karena habitat orangutan Tapanuli  akan diserang begitu parah oleh bendungan dan infrastruktur pendukungnya, itu berarti upaya sangat dibutuhkan untuk memulihkan koridor hutan untuk menghubungkan kembali populasi kera yang berkurang bersama-sama hampir pasti akan gagal,” tulis mereka.

Baca Juga: Menjaga Habitat, Cara Terbaik Lindungi Orangutan dari Kepunahan

Gangguan lainnya dari PLTA juga termasuk pembangunan terowongan besar yang kan memotong 13 km hutan primer. 

Orangutan ()

“Para pembuat bendungan kehilangan argumen mereka dengan buruk," kata William F Laurance, ilmuwan James Cook University Australia.

"Jika ada, mereka hanya akan menciptakan, lebih besar, masalah jangka panjang untuk perusahaan mereka sendiri, karena kami mungkin perlu melihat lebih luas aktivitas mereka di seluruh wilayah, dan mulai melobi pemegang saham mereka dan mitra dagang lainnya."

Hal yang mengejutkan bagi Laurance dan ilmuwan lainnya adalah PLTA ini merupakan proyek yang didorong sangat keras oleh Bank of China, Sinohydro, dan mitra bisnis Indonesia lainnya.

Dalam konteks itu, kata Laurence, sangat mengejutkan, Bank of China, Sinohydro dan mitra Indonesia terus mendorong proyek ini dengan keras.

"Jika mereka berperilaku buruk di Sumatra Utara, seberapa besar perilaku mereka di tempat lain?” pungkasnya.