Sisik Melik di Balik Aksara Cina di Papan 'Kopi Es Tak Kie' Glodok

By Agni Malagina, Minggu, 4 April 2021 | 15:38 WIB
Didirikan pertama kali oleh seorang perantau dari Tiongkok bernama Liong Kwie Tjong. Awalnya kedai ini hanyalah sebuah tempat warung kopi yang berada di kawasan Petak Sembilan. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Pelanggan setia kedai kopi ini adalah orang-orang tua dari generasinya, Ayau melanjutkan kisahnya. Tak banyak generasi muda yang rajin menongkrong di kedai kopinya. Sesekali pelancong mancanegara dan domestik singgah untuk mencicipi menu kopinya.

Di meja kasir, Ayauw kerap menuturkan kisah mengenai masa kejayaan kedai kopi Tak Kie kepada para pelanggannya yang hendak membayar. Sering juga ia menunjukkan kepada mereka tentang koleksi foto-foto lawas kawasan Glodok.

Ayauw masih menyimpan memori. Gayung pun bersambut. Japan Foundation bersama 168 Project, dimotori oleh Evelyn Huang, sang kurator karya seni bersama sejumlah seniman menggelar pameran bertajuk Recollecting Memory Kedai Kopi Tak Kie pada 28 Februari hingga 16 Maret 2015. Semangat Ayauw untuk mengenang Tak Kie sebagai ruang temu bagi warga Glodok sejak akhir tahun 1920-an menjadi kekuatan pameran ini.

 Baca Juga: Kopitiam, Riwayat Penyebutan Kedai Kopi Pusaka Peranakan Cina

Sisik melik dagangan awal kedai ini justru masih terpampang dalam untaian aksara Han di papan namanya—de ji cha shi atau Kedai Teh Tak Kie. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Pagelaran ini menyuguhkan pelbagai media penyimpan memori seperti gambar ilustrasi Tak Kie Series, musik Mandarin dari artis tenar macam Andy Lau dalam kompilasi Kopi Es Tak Kie Golden Love Song, video (Tak Kie Micromentary), dan Tak Kie Jurnal.

Tak tanggung-tanggung, pameran ini pun terwujud melalui serangkaian riset dan observasi partisipatif di mana senimannya berkarya dengan merespon fragmen memori yang tertangkap dari cerita verbal maupun obyek yang bercerita dalam kedai kopi. Evelyn mengatakan, pameran ini mewakili sebagian memori kolektif keseharian komunitas Tionghoa di kawasan Glodok.

Latar memorabilia yang mengekalkan sosok pesohor dan selibritas yang pernah berkunjung di Kedai Kopi Es 'Tak Kie'. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Sembari menikmati segelas kopi es Tak Kie, kita dapat merasakan atmosfer dunia lain. Waktu seolah berhenti saat kita menyeruput kopi es sambil menduduki bangku kayu dan menatap meja jati tua yang aus dan menghitam. Foto-foto tua dan gambar orang tenar seperti Presiden Jokowi yang pernah mampir di kedai ini turut menemani pengunjung kala menyeruput sajian kopi legit.

Walaupun geliat sinar Tak Kie mulai memudar, kita masih dapat menyaksikan mozaik interaksi multikultur di kedai kopi ini. Penikmat kopi Nusantara pasti tak akan melewatkan kesempatan mengunjungi kedai kopi Tak Kie.

Ayauw hanya bergumam, “Mungkin tak ada yang mau meneruskan usaha ini, tapi saya yakin, pelanggan Tak Kie akan tetap setia.”

Baca Juga: Lim Tju Kwet, Kaligrafer Aksara Han yang Tersisa di Pecinan Glodok

Pecinan Glodok hari ini. Bentang kota dengan menyisakan rumah-rumah dengan atap berlanggam Cina. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)
 

Artikel ini pernah terbit pada 24 Maret 2015, dengan judul Selayang Pecinan Jakarta, Seruput Kopi Es Tak Kie.