Menelusuri Jejak Rantai Genetika Manusia di Kepulauan Pasifik

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 19 April 2021 | 21:00 WIB
Masyarakat setempat biasa menggunakan perahu kayu yang disebut longboat sebagai alat transportasi di Sungai Digoel. (Lutfi Fauziah/National Geographic Indonesia)

 

Kawasan itu seperti Pulau Papua, Kepulauan Bismarck, dan Kepulauan Solomon yang dihuni sekitar 45.000 tahun yang lalu. Sedangkan wilayah Pasifik lainnya—mereka menyebutnya sebagai Oseania Terpencil—seperti Vanuatu, Kepulauan Futuna, Polinesia, dan semakin ke timur berangsur-angsur baru 5.000 tahun yang lalu lewat ekspansi Austronesia, demikian menurut penelitian sebelumnya.

Perluasan itu diperkirakan para ilmuwan melalui penlayaran melewati Filipina, Indonesia, dan pulau-pulau yang sebelumnya telah dihuni. Austronesia ini muncul dari arah kepulauan Asia itu setelah sebelumnya meninggalkan Taiwan.

Perjalanan ke kawasan-kawasan terpencil inilah, nenek moyang populasi Pasifik Selatan bertemu dengan kelompok manusia purba yang sudah menetap, dan kawin campur.

Baca Juga: Mengapa Sepanjang Jalur Sutra Bisa Menyebarkan Pagebluk Antarbenua?

 

Kawin campur ini akhirnya membuat karakteristik populasi di Pasifik bercampur antara gen Neanderthal dan Denisovann. Diperkirakan, 2 hingga 3% genomnya diwarisi dari Neanderhtal—gen yang umum dimilikai populasi di luar Afrika. Sedangkan Denisovan—kerabat Neanderthal dari Asia—hanya sekitar 3 persen.

Namun studi yang dilakukan Etienne Patin dan tim menentang teori Out-of-Taiwan itu karena tempo penyebarannya sangat cepat. Meski manusia sudah meninggalkan Taiwan, kawin campur itu baru ada 2.000 tahun kemudian.

Alasannya, mereka membutuhkan fase 'pematangan' di Filipina atau Indonesia. Kemudian, pelayaran mereka relatif jarang dilakukan bila merujuk pada periode diperkirakan teori itu.