Meski Pintar, Kera di Setiap Generasi Harus Belajar dari Nol Lagi

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 8 April 2021 | 11:00 WIB
Dian Fossey mempelajari gorila gunung Rwanda sampai pembunuhannya di tahun 1985. (Peter G. Veit, National Geographic Creative)

Nationalgeographic.co.id—Meski memiliki kepintaran, kera ternyata tak bisa mewariskan perilaku dan pengetahuannya ke generasi berikutnya. Demi mendapatkan pengetahuan, kera harus memelajari sesuatu yang sama di setiap generasi.

Temuan ini diungkap oleh Alba Motes-Rodrigo dan Claudio Tennie dari Eberhard Karls University of Tübingen di Biological Reviews 29 Maret lalu.

Untuk menguaknya, kedua peneliti itu mencoba menggunakan pendekatan baru terkait proses belajar pada kera. Mereka menyebutnya sebagai Metode Pembatasan Lokal (Method of Local Restriction).

Dengan metode itu, pada awalnya mereka berusaha mengidentifikasi untuk mengetahui adanya pola perubahan populasi kera yang telah berubah dari generasi ke generasi.

Baca Juga: Studi Terbaru Coba Ungkap Identitas Manusia Hobbit dari Flores

"Kalau perilaku kera benar-benar didasarkan kemampuan meniru—seperti yang terjadi pada manusia—kami harap detail perilaku mereka telah berubah lewat kebiasaan," kata peneliti utama, Alba Motes-Rodrigo dalam rilis.

"Oleh karena itu, sekarang harus ada perilaku individu yang terbatas hanya pada satu populasi di satu tempat." 

Para peneliti kemudian mulai mencari pola perilaku unik lokal pada kera berukuran besar berdasarkan laporan publikasi, dan wawancara dengan ahli lainnya yang melakukan pengamatan.

Lewat laporannya, mereka menemukan bahwa mayoritas perilaku kera besar tidaklah unik untuk menciptakan sesuatu yang baru. Dari ratusan pola, hanya tiga populasi yang memiliki perilaku budaya yang berbeda.

Tim penelitian menyimpulkan bahwa kebiasaan kera dipertahankan dengan mekanisme pembelajaran yang berbeda dengan budaya manusia. Mereka tidak bisa meniru pengetahuan sesamanya, tetapi mereka cenderung mengulang perilaku yang sama di setiap populasi di setiap generasi.

Baca Juga: Kiat Siaga Bencana Banjir dari National Geographic untuk Indonesia

Flint adalah bayi pertama yang lahir di Gombe setelah Jane datang. Bersamanya dia memiliki kesempatan besar untuk mempelajari perkembangan simpanse — dan untuk melakukan kontak fisik, yang tidak lagi dianggap sesuai dengan simpanse di alam. (Hugo Van Lawick)

"Dalam prosesnya, mereka hanya dirangsang oleh orang lain untuk menemukan kembali tanpa meniru bentuk perilaku tertentu," ungkap Tennie.

"Penemuan ini tampaknya mengejutkan, tetapi juga didukung oleh studi eksperimental terbaru dalam ilmu kognitif komparatif."

Kera baru bisa meniru perilaku apabila mereka telah dilatih sebelumnya oleh manusia. Oleh karena itu, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia modern, dan kera besar memeroleh perilaku mereka dengan cara yang berbeda.

Berbeda dengan kera, manusia memiliki kemampuan untuk mengamati, dan meniru perilaku satu sama lain.

Para peneliti menulis, kemampuan ini yang menyebabkan manusia dapat membagikan pengetahuannya ke generasi selanjutnya. Sehingga dapat menemukan kesalahan dalam pengetahuan, dan menambahkan perubahannya sendiri.

Memelajari sesuatu dari generasi pendahulu ini lambat laun menjadi budaya bagi manusia hingga dapat membuat penemuan revolusioner. Motes-Rodrigo mengibaratkannya sebagai permainan pesan berantai yang terkadang salah di pendengaran, kadang pula mengubah kata aslinya.

Rodrigo dan Tennie merupakan tim penelitian di bidang evolusi. Temuan ini mengungkapkan peluang studi untuk terkait evolusi manusia dalam mengembangkan pengetahuan mereka.

Diperkirakan, kemampuan perilaku meniru sudah ada sejak jutaan tahun yang lalu, dan dimiliki beberapa kera modern, tulis mereka. Tetapi teori lain juga berpendapat bila kera modern tak satu pun yang dapat meniru perilaku sesamanya, seperti yang dilakukan beberapa nenek moyang manusia.

Baca Juga: Mempengaruhi Iklim di Indonesia, Tibet Kian Hangat di Masa Depan

Gorila gunung Rwanda, di Great Rift Valley, tempat bertemunya kawasan Danau Besar Afrika dan Afrika Timur. (Thinkstockphoto)

Meski demikian, berkat temuan terhadap tiga perilaku unik lokal di lapangan, para peneliti masih yakin bahwa pembelajaran dengan meniru masih dimiliki oleh para kera. Mereka memerkirakan faktor keunikan ini berkat isolasi geografisnya, dan ketergantungan peniruan pembelajaran, dapat ditafsirkan sebagai budaya yang rentan untuk punah.

"Bahkan selamanya, sampai populasi di mana mereka berada berkurang atau punah total," tulis mereka.

Mereka juga menyarankan agar populasi dengan ragam perilaku ini harus bisa dilindungi sebagai 'situs warisan budaya'. Dengan demikian, mereka memiliki perlindungan dalam konservasi untuk mengembangkan kebiasaan mereka untuk belajar.

Selain itu para peneliti menyarankan untuk mengetahui kognitif primata lewat metode yang mereka kembangkan pada spesies lainnya, termasuk monyet.

Sebab mereka menduga bahwa kasus pada populasi oleh suatu spesies di tempat tertentu memiliki bentuk keunikan tersendiri dalam pembelajaran.