Pada Suatu Mi: Untaian Gastronomi dari Dinasti Tang sampai Majapahit

By Agni Malagina, Jumat, 9 April 2021 | 14:07 WIB
Pabrik Mi Ketandan. Setiap hari aktivitas bermula pada pukul dua dini hari dan selesai pada dua belas siang. Selama satu hari, produksinya bisa mencapai tujuh kuintal mi tanpa penambahan bahan pengawet. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Hampir semua orang di negeri ini pernah mencecapi nikmatnya hidangan mi dalam pelbagai kesempatan. Kita menjumpai kuliner ini mulai mi instan, mi ayam gerobak, restoran mi waralaba, sampai hidangan mi di hotel berbintang—kadang dilengkapi atraksi pembuatan mi tarik tradisional. Mi telah menjadi bagian dari khasanah kuliner Indonesia dengan aneka modifikasi citarasa. Kata ‘mi’ yang kita kenal  berasal dari Bahasa Hokkian, mengingat mayoritas masyarakat etnis Cina yang ada di Pulau Jawa adalah suku Hokkian, maka banyak kosakata dalam Bahasa Hokkian diserap dalam penggunaan Bahasa Indonesia, contohnya kata ‘mi’, ‘mihun’, ‘misoa’. Kata ‘mi’ dalam karakter Han kompleks dituliskan mian—kata yang mengindikasikan bahwa bahan dasar pembuatan mi adalah tepung. Mi ‘mian’ ini pun berkembang ragam jenis dan ukurannya seiring perkembangan zaman.

Baca Juga: Ketandan Dalam Ingatan Warganya, Dari Rumah Kongsi Sampai Toko Emas