"Fosil Dmanisi sangat penting, karena mereka menunjukkan kepada kita kalau sekitar 1,8 juta tahun yang lalu, Homo purba memiliki otak primitif, mirip dengan Australopithecus dan kera besar," kata Christoph Zollikofer, salah satu peneliti dari University of Zurich.
Mengutip dari Live Science, Zollikofer mengatakan bahwa sebelumnya analisis pada fosil Homo tertua berusia 2,8 juta tahun di Ledi-Geraru, Ethiopia tak memberikan apa-apa.
"Perkembangan otak itu untuk upaya atas tuntutan lingkungan atas kelangsungan hidupnya," ujar Rusyad Adi Suriyanto, Paleoantropolog di Laboratorium Bioantropologi & Paleoantropologi Universitas Gadjah Mada yang juga salah satu peneliti.
"Kan medan di luar Afrika berbeda, jadi mereka cari akal untuk bekerja lewat otaknya. Kemudian aktivitas otaknya makin meningkat," jelas Rusyad pada National Geographic Indonesia, Senin (12/04/2021).
Hasil pengamatan itu diungkap dengan memeriksa bagian dalam tengkorak fosil manusia purba yang menampung otak (endocast) lewat 3D CT (computed tomography) Scan. Sebab untuk meneliti otak merupakan hal yang sulit karena organ yang sangat lunak itu tak memfosil.
Endocast yang diamati oleh para peneliti berjumlah hampir 40. Mereka berasal dari tengkorak manusia modern, Homo erectus, Australopitheccus sediba, dan Homo naledi untuk dibandingkan.
"Homo erectus di Jawa, terutama di Blora, itu merupakan Homo erectus paling muda dan lengkap untuk diteliti. Tak hanya dari Cina, Afrika, dan Georgia saja," paparnya.
Pembandingan itu juga dilakukan pada kerabat manusia--kera besar, yakni 81 simpanse, 27 bonobo, 43 gorila, dan 32 orangutan.
Baca Juga: Berubahnya Teknik Berburu Memengaruhi Evolusi Otak Manusia Purba