Meski Sudah Berevolusi, Ternyata Otak Homo Erectus Awal Mirip Kera

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 13 April 2021 | 05:00 WIB
Homo Erectus (Mark Thiessen/National Geographic)

Nationalgeographic.co.id—Ada temuan menarik berdasarkan studi terbaru di jurnal Science (Vol. 372 Issue 6538) yang dirilis Jumat 9 April 2021. Ternyata, otak manusia modern (Homo) berkembang 1 juta tahun setelah kemunculannya atau saat Homo erectus pertama bermigrasi keluar dari Afrika pada 1,7 juta hingga 1,5 juta tahun yang lalu.

Temuan ini menjadi bantahan atas penelitian sebelumnya yang memperkirakan perkembangan kognitif otak bersamaan dengan evolusi dari Australopithecus ke Homo pada 2,8 juta hingga 2,5 juta tahun yang lalu.

Temuan tertua yang memaparkan perbedaan otak mirip kera dengan otak mirip manusia modern ini jatuh pada pada lima tengkorak Homo erectus di Dmansi, Georgia. Kerangka itu berusia sekitar 1,8 juta tahun dan terawat dengan baik yang wafat di antara masa remaja dan tua.

Baca Juga: Kisah Di Balik Tengkorak Perempuan Italia Berusia 5.000 Tahun

"Fosil Dmanisi sangat penting, karena mereka menunjukkan kepada kita kalau sekitar 1,8 juta tahun yang lalu, Homo purba memiliki otak primitif, mirip dengan Australopithecus dan kera besar," kata Christoph Zollikofer, salah satu peneliti dari University of Zurich.

Mengutip dari Live Science, Zollikofer mengatakan bahwa sebelumnya analisis pada fosil Homo tertua berusia 2,8 juta tahun di Ledi-Geraru, Ethiopia tak memberikan apa-apa.

"Perkembangan otak itu untuk upaya atas tuntutan lingkungan atas kelangsungan hidupnya," ujar Rusyad Adi Suriyanto, Paleoantropolog di Laboratorium Bioantropologi & Paleoantropologi Universitas Gadjah Mada yang juga salah satu peneliti.

Lima tengkorak dari Dmanisi, Georgia yang memiliki kapasitas otak mirip kera. ( M. Ponce de León and Ch. Zollikofer/University of Zurich))

"Kan medan di luar Afrika berbeda, jadi mereka cari akal untuk bekerja lewat otaknya. Kemudian aktivitas otaknya makin meningkat," jelas Rusyad pada National Geographic Indonesia, Senin (12/04/2021).

Hasil pengamatan itu diungkap dengan memeriksa bagian dalam tengkorak fosil manusia purba yang menampung otak (endocast) lewat 3D CT (computed tomography) Scan. Sebab untuk meneliti otak merupakan hal yang sulit karena organ yang sangat lunak itu tak memfosil.

Endocast yang diamati oleh para peneliti berjumlah hampir 40. Mereka berasal dari tengkorak manusia modern, Homo erectus, Australopitheccus sediba, dan Homo naledi untuk dibandingkan.

"Homo erectus di Jawa, terutama di Blora, itu merupakan Homo erectus paling muda dan lengkap untuk diteliti. Tak hanya dari Cina, Afrika, dan Georgia saja," paparnya.

Pembandingan itu juga dilakukan pada kerabat manusia--kera besar, yakni 81 simpanse, 27 bonobo, 43 gorila, dan 32 orangutan.

Baca Juga: Berubahnya Teknik Berburu Memengaruhi Evolusi Otak Manusia Purba

Tempat yang mewadahi otak itu menyimpan bukti-bukti seperti alur tipis dan gundukan kecil yang memungkinkan mereka menganalisisnya.

Pada fosil Homo erectus yang sudah berkembang di dataran Eurasia, lewat pemindaian ternyata otak mereka cenderung lebih kompleks. Perkembangan itu juga dapat dilihat di bagian tulang dahi yang makin maju untuk menyimpan lobus frontalis yang berperan dalam kognisi.

"Lobus frontalis ini sangat penting untuk menggambarkan kecerdasan evolusi otak manusia yang melahirkan bahasa, kognisi sosial, dan membuat alat," Rusyad menjelaskan. "Kalau kera, apa yang dilihat di depan cuma langsung dipakai, atau ada batang kayu untuk menjebak semut untuk dimakan, seperti oleh simpanse."

Baca Juga: Arkeolog Menemukan 'Kota Emas Luxor yang Hilang', Pompeii Versi Mesir

Temuan Rusyad dan tim hanya berkonsentrasi pada Homo erectus. Alasannya, jenis manusia purba ini memiliki rentang waktu kemunculan dan kepunahan yang relatif lama sehingga menarik untuk diteliti.

Dirinya tak menampik kemungkinan bila nantinya ada riset terbaru untuk memahami perkembangan otak pada manusia purba lainnya seperti Homo florensiensis.

"Secara keluruhan, perlu diperbanyak jumlah sampel untuk sebagai evolusi otak ini, mungkin bisa meliputi bukan genus Homo saja, tapi pada genus lain seperti Australopithecus juga. Makin banyak makin baik," sarannya.