Selisik Pesan dari Kisah Pahatan dan Mural Kuno di Cu An Kiong Lasem

By Agni Malagina, Senin, 12 April 2021 | 09:00 WIB
Mural dalam Klenteng Cu An Kiong, Lasem. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Halaman Klenteng Cu An Kiong lebih sering tampak lengang pada hari-hari biasa. Saya menyaksikan sebuah tiang besi mirip tiang dek kapal yang masih berdiri menjulang di halaman klenteng. Tiang dengan bendera kecil berbentuk segitiga itu menjadi sebuah penanda bahwa dewa utama dalam klenteng tersebut adalah dewa yang berhubungan dengan laut, yaitu Dewi Ma Zu atau sering disebut Mak Co. Dalam bahasa Hokkian diucapkan sebagai Thian Siang Sing Bo—Sang Dewi Samudra atau Dewi Laut.

Sang Dewi itu dipuja oleh para pelaut dan perantau yang mengarungi lautan untuk mendapatkan cuaca bersahabat dan keselamatan. Bagi nelayan atau pelaut yang memujanya, sebelum musim melaut, mereka akan mengadakan sembahyang pemujaan bagi Ma Zu pada tanggal 23 bulan 3 penanggalan Imlek.

Baca Juga: Blanko Merah yang Menautkan Kisah Batik Tiga Negeri Di Pulau Jawa

Klenteng Cu An Kiong yang berlokasi di tepian Sungai Lasem. Warga meyakininya sebagai klenteng tertua di pecinan itu. (Agni Malagina)

 

Mereka menyalakan lilin dan dupa cendana, mempersembahkan makanan berbahan dasar daging ayam dan babi, dan memanjatkan doa memohon keselamatan. Bagi masyarakat Cina Indonesia terutama warga Lasem, tanggal ini merupakan tanggal ulang tahun Ma Zu. Ia pun diletakkan pada altar utama klenteng. Dewi Ma Zu begitu sangat dipuja, sehingga pengunjung tabu untuk mengabadikan figur Ma Zu menggunakan kamera.”Jangan difoto,” cegah Gendor, “nanti khawatir terjadi apa-apa dengan kita.”

Klenteng Cu An Kiong memiliki bentuk bangunan khas daerah Cina bagian selatan. Bangunan itu berbentuk persegi empat atau siheyuan yang memiliki atap atap ekor walet—atap Ying Shan atau Yinwei Xing. Jenis atap ini baru populer pada masa Dinasti Qing (1644-1911). Sesuai peraturan pada masanya, jenis atap ini hanya digunakan sebagai atap bangunan kuil serta bangunan kantor yang dipenuhi oleh simbol-simbol keberuntungan.

Namun di Lasem, beberapa bangunan rumah pun memiliki jenis atap ekor walet dengan detil ornamen simbol yang dipercaya sebagai tolak bala. Menurut saya, kenyataan ini memperkuat dugaan bahwa klenteng ini tampaknya dibangun pada abad ke-15.

Baca Juga: Mereka yang Tak Pernah Lelah Mempertahankan Batik Tiga Negeri Lasem

Sembahyang Ciet Cap Go di depan Dewi Ma Zu atau Thian Siang Sing Bo di Klenteng Cu An Kiong, Lasem. Dia adalah Sang Dewi Samudra atau Dewi Laut. (Agni Malagina)