Selisik Pesan dari Kisah Pahatan dan Mural Kuno di Cu An Kiong Lasem

By Agni Malagina, Senin, 12 April 2021 | 09:00 WIB
Mural dalam Klenteng Cu An Kiong, Lasem. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Bangunan utama klenteng ini dipenuhi oleh aneka ragam hias simbolik penuh makna yang menggambarkan prinsip Yin dan Yang. Ornamen simbolik Yin berupa burung hong atau phoenix terpahat di bagian kiri teras klenteng sedangkan ornamen simbolik Yang berupa naga terpahat di bagian kanan klenteng.

Dinding depan yang terbuat dari kayu menyatu dengan pintu-pintu yang dipenuhi ukiran bunga-bunga dalam vas. Pada bagian atap terdapat ukiran detil diorama yang terinspiransi dari Roman Tiga Negara, San Guo Yan Yi.

Dinding dalam bagian Klenteng Cu An Kiong dipenuhi mural. Uniknya, mural di Klenteng ini berbeda dengan beberapa klenteng besar semacam Klenteng Besar Cirebon, Klenteng Dhangun Bogor dan beberapa klenteng lainnya yang memajang mural Roman Tiga Negara.

Baca Juga: Nyah Kiok dan Tujuh Bidadari Lasem, Kisah Batik Tiga Negeri Pantura

Terdapat empat pahatan bunga di pintu Klenteng Cu An Kiong, Lasem. Salah satunya bunga peony, rajanya bunga. Dalam tradisi Cina, bunga ini menyimbolkan musim semi yang menyambut musim panas, bisa juga simbol kejayaan dan keanggunan. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Tak banyak yang mengetahui kisah lukisan di dinding Cu An Kiong. Mural monokrom hitam putih itu diambil dari 100 panel ‘komik’ Fengshen Yanyi, yang dikenal juga dengan nama Fengshenbang atau Kisah Mitologi Dewa-Dewa Taois karya Xu Zhonglin.

Fengshen Yanyi ditulis pada masa Dinasti Ming (1368-1644), terbit pada 1550. Karya itu berkisah mengenai mitologi dewa dewi Cina yang sarat mitos, sejarah, dan legenda—yang diperkuat dengan fantasi sang pengarang.

Baca Juga: Hikayat Toleransi: Mengenal Tasamuh di Ponpes Al Hidayat Lasem

Satu dari sekian pahatan yang menghiasi pintu depan Klenteng Cu An Kiong, Lasem. Menurut Agni Malagina, mungkin sosok perempuan itu adalah He Xiangu, salah satu dari delapan dewa dalam mitologi Cina, yang mengendarai burung bangau. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Komik ini mengambil latar masa akhir Dinasti Shang (1600-1046 SM) dan masa kebangkitan Dinasti Zhou (1046-256 SM). Bercerita tentang penggulingan Raja Zou (Dinasti Shang) oleh Raja Wu dari Dinasti Zhou yang dibantu oleh pahlawan tempur, dewa-dewi, roh halus, dan mahluk jadi-jadian. Begitu detilnya gambaran torehan tinta pada dinding Cu An Kong sehingga gambar itu tampak hidup.

Klenteng yang pernah dipugar besar-besaran pada tahun 1869 rupaya juga menyimpan aneka kuplet dan papan bertuliskan aneka peribahasa simbol keselamatan dan keindahan. Kuplet itu dibuat pada masa Kaisar Guang Xu dari Dinasti Qing yang memimpin antara 1875-1908.

Klenteng ini bukan saja memiliki keindahan bangunan, tetapi juga dipenuhi oleh aneka makna simbolik dan nilai moral di dalamnya—tak terkecuali kisah magis yang melingkupinya.

Baca Juga: Ekawatiningsih Menjaga Rumah Kuna dan Warisan Batik Tiga Negeri Lasem

Mural monokrom hitam putih itu diambil dari 100 panel ‘komik’ Fengshen Yanyi, yang dikenal juga dengan nama Fengshenbang atau Kisah Mitologi Dewa-Dewa Taois karya Xu Zhonglin. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

—Artikel ini pernah terbit pada 9 September 2015 dengan judul Menyingkap Kisah Pahatan dan Mural Kuno di Lasem.