Sepotong Rendang, Sekerat Cerita Abadi di Kedai Makan Padang

By National Geographic Indonesia, Selasa, 13 April 2021 | 12:32 WIB
Seorang ibu warga kampung Koto Padang Ranah membawa jamba atau makanan dengan dijunjung di atas kepala. (Feri Latief)

Cerita oleh Zulkifli

 

 

Nationalgeographic.co.id—“Saya tidak ingin meneruskan usaha ibu saya ini!” Kalimat itu meluncur begitu saja dari sosok perempuan yang sedang duduk di hadapan saya. Sore itu ia mengenakan pakaian serba hijau. Wajahnya keras dengan mata yang tajam. “Karena saya sering dimarahi ibu ketika membantunya di rumah makan dulu.” Ia melanjutkan kalimat yang sempat tertahan tadi.

Perempuan itu Desmawati namanya. Usianya telah lewat setengah abad. Saya baru saja menghabiskan sepiring nasi dengan sepotong rendang di Rumah Makan One Nan Lamo di bibir jalan raya yang padat yang mengarah ke satu kampus negeri terbesar di Sumatera Barat. Rumah makan ini adalah kepunyaannya.

Buk Beti, begitu ia biasa dipanggil, sedari kecil tumbuh di lingkungan yang kesehariannya dipenuhi oleh ragam masakan. Ibunya menjual nasi dan lauk pauk di kedai kecil di rumah mereka. Dulu sekali diwaktu kecil ia sering ke Pasar Raya di tengah Kota Padang untuk membeli bahan masakan. Ia juga melihat bagaimana One, panggilan ibunya, meramu bahan makanan itu di dapur mereka. Ia tak mengecap pendidikan yang tinggi.

Sebabnya?

Dalam Hikayat Amir Hamzah, yang lahir pada tengah abad ke-16,  proses marandang pernah diceritakan. (Yunaidi/National Geographic Traveler)