Mulus, Senandung Kehidupan Urban Jakarta dalam Semangkuk Soto

By National Geographic Indonesia, Rabu, 14 April 2021 | 14:23 WIB
Dua tukang ojek sepeda menanti pelanggan di depan pintu selatan Stasiun Jakarta Kota. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

 

 

Cerita oleh Astri Apriyani

 

Nationalgeographic.co.id—Saat Gubernur Ali Sadikin mengeluarkan larangan untuk angkutan yang menggunakan tenaga manusia, banyak razia becak dilakukan di berbagai daerah di Jakarta. Ali Sadikin saat itu sampai menentukan batas waktu, Jakarta bakal bebas dari becak pada 1979.

Becak mulai digaruk. Alasannya, karena becak dianggap jadul, kuno, terbelakang, tidak sesuai dengan pembangunan. Pemerintah menjanjikan tukang becak untuk beralih profesi jadi pengemudi alat transportasi lain yang lebih modern, seperti bajaj atau helicak, yang pada tahun 1980 baru dibeli.

Ratusan ribu becak diangkut, lalu dibuang ke Teluk Jakarta. Salah satu becak yang kena angkut adalah becak milik Mulus, lelaki kelahiran Tegal, yang sejak 1950-an sudah hijrah ke Jakarta.

Vue de l'isle et de la ville de Batavia appartenant aux Hollandois, pour la Compagnie des Indes. (Universiteitsbibliotheek Vrije Universiteit/Wikimedia Common)

Baca Juga: Sisik Melik di Balik Aksara Cina di Papan 'Kopi Es Tak Kie' Glodok