Peta Baru Ungkap Lahan Sawit Terluas Ada di Sumatra dan Kalimantan

By Utomo Priyambodo, Senin, 19 April 2021 | 11:27 WIB
Api perlahan membakar hutan yang berbatasan langsung dengan perkebunan sawit di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. (Yunaidi Joepoet)

Nationalgeographic.co.id—Para peneliti dati International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA) yang berbasis di Luxemburg, Austria, membuat peta baru perkembangan perkebunan kelapa sawit di kawasan Asia Tenggara. Peta ini mengungkapkan bahwa lahan perkebunan kelapa sawit terluas terjadi ada Sumatra dan Kalimantan.

Dalam studi yang terbit pada 2021 ini, para peneliti tersebut memaparkan bahwa pada 2017 luas lahan sawit di Sumatra, Indonesia, sebesar 6,37 Mha atau 63.700 kilometer persegi. Angka ini hampir setara dengan 100 kali lipat luas Jakarta.

Adapun di Kalimantan pada tahun yang sama terdapat lahan sawit seluas 2,92 Mha atau 29.200 kilometer persegi. Sementara posisi tertinggi ketiga adalah Peninsular Malaysia yang punya luas lahan sawit sebesar 2,41 Mha atau 24.100 kilometer persegi.

Dalam studi ini para peneliti IIASA menggunakan citra satelit Sentinel 1 dari European Space Agency (ESA) untuk menghasilkan peta luasan perkebunan kelapa sawit per tahun pendeteksiannya di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Peta ini diharapkan dapat membantu para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan lainnya dalam memahami tren ekspansi kelapa sawit sekaligus menyediakan peta yang akurat untuk perencanaan tingkat lanskap.

Baca Juga: Alih Fungsi Hutan Jadi Kebun Sawit Bikin Suhu Indonesia Makin Panas

Dalam rilis yang IIASA bagikan lewat Newswise, mereka mengatakan bahwa dafsu dunia akan minyak sawit sepertinya tidak ada batasnya. Kita menggunakan minyak sawit dalam segala hal, mulai dari produk kecantikan dan makanan, hingga proses industri dan biofuel untuk memenuhi kebutuhan energi kita.

"Permintaan yang terus meningkat ini telah menyebabkan produksi kelapa sawit menjadi lebih dari dua kali lipat dalam dua dekade terakhir, sebuah pembangunan yang pada gilirannya berdampak sangat dalam pada ekosistem hutan alam dan keanekaragaman hayati," tulis mereka. Selain itu, hal ini juga berkontribusi secara signifikan terhadap perubahan iklim karena pembukaan lahan sawit ini dari hutan dan lahan gambut akan melepaskan karbon ke atmosfer.

Peta baru yang menunjukkan pertambahan luas perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara dalam dua dekade terakhir. (IIASA)

Saat ini, hampir 90% produksi minyak sawit dunia berasal dari Asia Tenggara. Meskipun kelapa sawit dikenal sebagai tanaman penghasil minyak paling efisien secara global, hasil panen dari masing-masing lahan dapat bervariasi secara dinamis sesuai dengan usia tegakan perkebunan, praktik pengelolaan, dan lokasi.

"Untuk memahami tren perluasan perkebunan kelapa sawit dan perencanaan tingkat lanskap, diperlukan peta yang akurat. Untuk tujuan ini, peneliti IIASA telah menyediakan peta rinci luas kelapa sawit pada tahun 2017 menggunakan citra satelit Sentinel 1 dari European Space Agency dalam makalah baru yang diterbitkan di Nature Scientific Data," tulis mereka.

“Kami secara khusus ingin menentukan luas dan usia perkebunan kelapa sawit di seluruh Asia Tenggara dan melihat apakah kami dapat menggunakan teknologi seperti Google Earth Engine dan algoritma penambangan data untuk menghasilkan peta luasan kelapa sawit yang akurat dari data radar Sentinel 1, yang dapat berpotensi dioperasionalkan ke dalam sistem deteksi kelapa sawit secara near-real-time. Selain itu, kami ingin menjajaki kemungkinan menggunakan analisis deret waktu untuk mundur ke masa lalu dan menentukan usia di mana perkebunan pertama kali dapat dideteksi (yaitu, saat pohon berusia sekitar 2 hingga 3 tahun),” jelas Olga Danylo, peneliti dari IIASA Novel Data Ecosystems for Sustainability Research Group yang menjadi penulis utama studi ini.

Studi ini menggunakan data satelit Sentinel 1 yang dikombinasikan dengan kumpulan data lain untuk memetakan luasan, bersama dengan deret waktu dari arsip Landsat untuk mendapatkan tahun deteksi perkebunan yang merupakan proksi dari usia produktif perkebunan. Informasi tambahan ini berguna untuk menjawab pertanyaan terkait ekspansi kelapa sawit selama dua dekade terakhir.

Keluaran utama makalah ini adalah peta resolusi 30 meter di Asia Tenggara yang menunjukkan keberadaan lahan kelapa sawit dan tahun deteksi perkebunan tersebut. Peta luasan kelapa sawit memiliki akurasi keseluruhan 83%, yang sebanding dengan peta-peta lain yang pernah dibuat sebelumnya.

Areal kelapa sawit terluas dapat ditemukan di Sumatra dan Kalimantan, dengan perluasan di semua wilayah utama terjadi sejak tahun 2000. Adapun selama satu dekade terakhir atau sejak 2010, terdapat pertambahan luas lahan sawit sekitar 51.600 kilometer persegi di Sumatra dan 27.200 kilometer persegi di Kalimantan.

Baca Juga: Jokowi Keluarkan Limbah Batu Bara dan Sawit dari Kategori Berbahaya

Peta baru tingkat eskpansi perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara dalam dua dekade terakhir. (IIASA)

 

Menurut para peneliti, peta baru ini selanjutnya dapat mendukung penghitungan perkiraan emisi dan serapan gas rumah kaca untuk wilayah-wilayah tertentu, menyediakan sarana di mana statistik resmi dapat diverifikasi secara independen, dan juga dapat digunakan dalam analisis yang terkait dengan penentuan trade-off ekonomi di berbagai jenis penggunaan lahan. Selain itu, peta kelapa sawit yang dikombinasikan dengan informasi spasial tentang batas-batas perkebunan dapat membantu mengidentifikasi pelaku-pelaku tertentu dan kepatuhan mereka terhadap peraturan lingkungan serta kepatuhan terhadap standar keberlanjutan.

“Membeli minyak sawit bersertifikat (RSPO) adalah cara menghindari deforestasi tropis. Peta kami dapat menginformasikan lahan mana yang memenuhi syarat untuk sertifikasi RSPO dan dapat membantu pembuat kebijakan seperti European Commission untuk membuat kebijakan yang lebih akurat dan terarah terkait dengan minyak sawit, misalnya dengan mengecualikan minyak sawit dari area tertentu (yang baru saja terdeforestasi) dari penggunaran biofuel di Eropa,” pungkas Johannes Pirker, peneliti tamu di Agriculture, Forestry, and Ecosystem Services Research Group di IIASA yang turut menyusun studi ini.

Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon