Nationalgeographic.co.id—Presiden Joko Widodo mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah berbahaya dan beracun (B3). Pemerintah mengesahkan langkah itu dalam salah satu Peraturan Turunan UU Omnibus Law No 1 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Hal itu tepatnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan ini sah pada 02 Februari 2021. Dalam bagian penjelasan Pasal 459, debu hasil pembakaran batu bara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan kegiatan lainnya tak termasuk sebagai limbah B3.
“Pemanfaatan Limbah non-B3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan Limbah non-B3 khusus seperti fly ash (debu,red) batu bara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Ciraiating Fluidized Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi pengganti semen pozzolan,” demikian tertulis dalam beleid itu, sebagaimana dilansir Kompas TV.
Dalam lampiran ke-14 beleid itu, limbah batu bara berjenis Bottom Ash juga tak termasuk dalam limbah B3. Namun, pada lampiran ke-9, ada pula limbah batu bara yang masih masuk kategori limbah B3.
Teknologi tungku industri yang bernama stock boiler jadi pembeda. Bila badan usaha menggunakan tungku industri, limbahnya akan tergolong sebagai limbah B3. Namun bila badan usaha menggunakan teknologi selain tungku industri, limbah batu bara akan tergolong sebagai limbah non-B3. Tak jelas teknologi apa yang aman dan tak menghasilkan limbah B3.
Baca Juga: Mengolah Permasalahan Sampah: Dari Sumber Marabahaya Menjadi Laba
Source | : | Kompas TV,kontan,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Trend Asia |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR