Australia Akan Segera Buka Kebun Ganja Obat Terbesar di Queensland

By Utomo Priyambodo, Rabu, 21 April 2021 | 11:00 WIB
Kebun ganja besar akan dibangun di Toowoomba, Queensland, dan akan menyediakan stok bagi pasar domestik dan luar negeri. (Australian Natural Therapeutics Group)

Nationalgeographic.co.id—Dua perusahaan di Australia yang melebur jadi satu, yakni Australian Natural Therapeutics Group (ANTG) milik pemerintah dan Asterion Cannabis Inc milik swasta, telah memajukan rencana pembangunan kebun ganja mereka dua tahun lebih cepat. Rencananya, pembangunan kebun ganja ini akan dilakukan di pinggiran Kota Toowoomba, Queensland, enam bulan lagi. Sebanyak 500 ton ganja akan diproduksi setiap tahunnya dari sana dan bernilai ekspor sebesar lebih dari 1 miliar dolar AS.

"Di bayangan kami, Australia bisa menjadi pemimpin global di bidang produksi ganja obat," kata ketua pelaksana ANTG, Matt Cantelo, seperti dilansir ABC Rural.

Fasilitas perkebunan dengan modal 400 juta dolar Australia tersebut akan dipakai untuk menanam, memproduksi, dan meneliti produk obat-obatan. Karena terletak dekat Bandara Wellcamp di Toowoomba, fasilitas ini dapat dengan mudah mengekspor produk mereka ke luar negeri.

Pemerintah Australia telah memberikan judul "status proyek besar" di tahun 2019 pada rencana pembangunan fasilitas tersebut. Stephen Van Deventer, CEO Asterion, mengatakan peleburan dengan ANTG yang merupakan milik pemerintah Australia ini sejalan dengan strategi jangka pendek dan panjang perusahaan tersebut.

Baca Juga: Senyawa Ganja Berpotensi Menghambat Replikasi Virus Corona di Manusia

"Peleburan ini memberikan pendapatan lebih awal dari seharusnya untuk Asterion dan skalabitas untuk ANTG," ujar Deventer.

ANTG telah memiliki rantai pasokan dan fasilitas di daerah pedalaman New South Wales, serta akses ke pasar ekspor Eropa. "Modal ini memberikan kemampuan akses bagi pasar Australia dan luar negeri, selain menyediakan kesempatan untuk memperbesar perusahaan dan memenuhi permintaan tinggi obat ganja," klaim Cantelo.

Awal tahun ini, ANTG telah menandatangani perjanjian sembilan tahun dengan perusahaan Jerman bernama Cannamedical Pharma. Perjanjian senilai 92 juta dolar AS itu berisi kesepakatan untuk mengekspor obat ganja Australia ke Eropa.

Ganja obat dengan dosis rendah kini sah dijual di Australia. Masyarakat dapat membelinya tanpa resep obat di apotek-apotek, setelah sebuah aturan baru terkait ini diterbitkan oleh Administrasi Obat Terapeutik Februari lalu.

Baca Juga: Riset Terbaru: Ganja Medis Ampuh Turunkan Tekanan Darah Pasien Lansia

Kebijakan dari Australia ini menambah daftar panjang negara-negara di dunia yang semakin progresif menerapkan pelegalan penanaman dan penggunaan ganja obat. Kebijakan-kebijakan semacam ini semakin marak muncul setelah PBB menghapuskan ganja atau mariyuana dari daftar obat berbahaya sejak Desember 2020.

Pada bulan yang sama saat PBB menelurkan kebijakan tersebut, pemerintah Thailand juga merilis kebijakan baru terkait ganja obat di negara mereka. Dua kementerian di Thailand menyampaikan bahwa mereka telah menyiapkan dasar untuk peluncuran tur ganja medis pertama di Asia Tenggara setelah menuntaskan rancangan program untuk perkebunan ganja obat di seluruh Thailand.

Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand bersama Kementerian Pariwisata dan Olahraga mengatakan bahwa tujuan tur ini adalah meningkatkan kesadaran tentang ganja untuk tujuan medis, serta menarik minat mereka yang ingin menanam tumbuhan tersebut asalkan mematuhi hukum Thailand. Delapan provinsi di Thailand yang memiliki perkebunan ganja akan menjadi bagian dari tur ini, yakni provinsi Mae Hong Son, Lampang, Samut Songkhram, Sakon Nakhon, Nakhon Ratchasima, Buri Ram, Phatthalung, dan Chon Buri.

"Pada tahap awal, program tur tersebut akan bertujuan mengedukasi warga setempat yang ingin mendirikan usaha komunitas dan menjadi penanam ganja terotorisasi. Program ini akan merintis jalan untuk pemahaman mendasar tentang ganja maupun manfaat ekonominya," ujar Menteri Pariwisata dan Olahraga Thailand, Phiphat Ratchakitprakarn, dikutip dari Xinhua News.

Baca Juga: Dari Mana Ganja Berasal? Peneliti Berusaha Menelusuri Jejaknya

Sebelumnya pada Agustus lalu, Kabinet Thailand menyetujui proposal amendemen Undang-Undang Narkotika untuk mengizinkan para praktisi medis swasta, termasuk praktisi penyembuhan tradisional, dan petani untuk menanam ganja untuk pengobatan medis. Perkembangan ini menyusul legalisasi terkontrol ganja pada 2018 lalu, yang menjadikan Thailand negara pertama di Asia Tenggara yang mengizinkan badan-badan negara atau para pencari izin untuk menanam ganja sesuai dengan regulasi badan pemerintahan.

Berbeda dengan Thailand dan Australia, pemerintah Indonesia masih menetapkan ganja sebagai bahan narkotika yang tidak bisa dipakai untuk keperluan medis. Hal itu diatur dalam Undang-Undang 35 Tahun 2009.

Kasus Fidelis Ari Sudarwoto, seorang pegawai negeri sipil di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, adalah contoh terlarangnnya penanaman dan penggunaan ganja di Indonesia meski untuk keperluan medis. Fidelis dipenjara sejak 19 Februari hingga 16 November 2017 akibat menanam ganja di rumahnya untuk ia berikan kepada istrinya, Yeni Riawati, yang menderita Syringomyelia, penyakit langka yang menyerang sumsum tulang belakang dan menimbulkan rasa sakit tak terkira.

Sejak diberikan ganja oleh Fidelis, Yeni merasakan sakit yang deritanya berkurang dan perkembangan kondisi fisiknya makin membaik. Akan tetapi semenjak Fidelis ditahan oleh pihak kepolisian dan Yeni tak lagi diberi ganja sebagai pereda sakitnya. Akibatnya, kondisi Yeni jadi kian memburuk dan akhirnya meninggal. Kasus ini pun akhirnya menjadi perhatian publik nasional dan memicu pro-kontra terkait status ganja yang mutlak ilegal di Indonesia.

Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon