Tari Bedhaya, Jejak Perlawanan Mangkunegara I dalam Geger Pacinan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 26 April 2021 | 11:00 WIB
Tari Bedoyo yang diadakan di Puro Mangkunegaran untuk pesta pernikahan Hoesein Djajadiningrat dan Partini di Surakarta, Januari 1921 (Tropenmuseum)

Perjuangan awal Raden Mas Said adalah pertempuran di Welahan yang saat itu masih merupakan kawasan rawa. Pertempuran itu terjadi di bulan Agustus 1742 yang terpantik setelah Pos Aju dibakar VOC.

Sekitar 600 prajurit Tionghoa yang terdiri dari kavaleri dan infantri bersenjata tombak dan senapan turun. Karena VOC memiliki pasukan yang canggih, serdadu tambahan di pihak Jawa-Tionghoa datang dengan memancing mereka.

"Pasca Welahan, beliau fokus taktik gerilya lewat bagaimana hubungan pasukan harus baik dengan masyarkat," papar Iwan Ong Santosa, jurnalis Kompas yang menggali data sejarah Raden Mas Said. "Ini menarik sekali, ternyata kiprah beliau di pantura banyak hubungannya di sekitar sana."

Diketahui di masa itu kawasan Pantura memiliki banyak keturunan Tionghoa-Muslim. Dari situlah gerilya mulai dimobilisasi. Iwan menjelaskan, masyarakat sipil berperan untuk bantuan logistik untuk barisan militer dalam pertempuran.

Cuplikan adegan pembantaian warga Cina di Batavia 9 Oktober 1740 dalam litografi, terbit pada 1747. (Exhibition of Antiquarian Maps and Prints of Indonesia)

"Yang menarik, siasat beliau adalah membuat VOC bingung karena pasukan Tionghoanya tidak habis-habis," terang Iwan.

"Itu arena orang Jawanya [di bawah Raden Mas Said] memakai pakaian hitam-hitam seperti prajurit Tionghoa."

Kemampuan Raden Mas Said yang terbuka, ulet, beradaptasi dengan ragam budaya, digambarkan dalam seni Tari Bedhaya yang dibuatnya. Nyatanya, unsur tarian di sana memiliki kombinasi formasi perang selama Geger Pacinan, termasuk perang Kapitan Sepandjang.

"Ada 3 medan perang utama yang diabadikan dalam bentuk tarian," ujar Wishnu Prahutomo Sudarmadji, pemerhati Budaya Jawa.

Baca Juga: Panglima Besar Dalam Tandu Itu Dikira Sri Sultan Hamengkubuwono