Kehilangan Anaknya, Ibu Ini Berjuang Supaya MK Melegalkan Ganja Medis

By Utomo Priyambodo, Selasa, 27 April 2021 | 17:00 WIB
Wacana legalisasi ganja di Indonesia. (georgeoprea9/Getty Images/iStockphoto)

Hanya berselang 10 hari dari sidang perdana gugatan tersebut pada 16 Desember 2020, putra Dwi meninggal dunia. Dwi tidak mundur. Perstiwa meninggalnya Musa ini justru membuat Dwi makin sadar bahwa amat sangatlah penting untuk memperjuangkan legalisasi ganja obat di Indonesia.

Dwi tetap melanjutkan permohonan uji materi itu ke MK. Kuasa hukum pemohon sekaligus Direktur Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu meminta majelis hakim melanjutkan perkara. Sebab, berdasarkan putusan MK No. 80/PUU/XIV/2016, sebagaimana dikutip VICE, ibu bisa mewakili proses hukum anaknya yang masih di bawah 15 tahun.

Baca Juga: Senyawa Ganja Berpotensi Menghambat Replikasi Virus Corona di Manusia

Phillip Hague, kepala hortikultura di Mindful, perusahaan ganja yang berbasis di Denver, membaui aka (Yunaidi Joepoet)

“Kami membuka opsi untuk kemudian apabila Yang Mulia menyatakan tidak dapat diwakili Almarhum karena sudah meninggal, maka yang menjadi pemohon tetap Ibu Dwi Pertiwi,” kata Erasmus saat sidang, pada 21 April 2021, seperti dilansir CNN Indonesia.

"Jadi tujuan kami, Yang Mulia, dalam perbaikan ini sudah kami lampirkan lagi adalah agar nantinya negara dapat melakukan pemanfaatan, penelitian, dan pengaturan terhadap narkotika Golongan I untuk layanan kesehatan, sebagaimana telah dilakukan dan diakui berbagai negara di dunia," kata Erasmus dalam sidang. Hakim MK Suhartoyo mengatakan akan mencermati terlebih dahulu.

Dwi mengaku memberi terapi minyak ganja kepada Musa selama mereka tinggal di Victoria, Australia, pada 2016. Namun, terapi harus terhenti sekembalinya mereka ke Indonesia karena ganja medis dilarang. Jadi, menurutnya, hukum Indonesia telah menghalangi pengobatan Musa. Padahal saat Musa menjalani terapi mariyuana di Australia, Dwi mengaku melihat hasil positif dalam perkembangan kesehatan anaknya itu.

Dua ibu penggugat lain juga memiliki anak dengan penyakit lumpuh otak. Keduanya tertarik mencoba terapi minyak ganja di Australia, tapi terhalang biaya. Adapun untuk mencobanya di Indonesia jelas tak biasa karena dilarang.

Baca Juga: Australia Akan Segera Buka Kebun Ganja Obat Terbesar di Queensland