Kehilangan Anaknya, Ibu Ini Berjuang Supaya MK Melegalkan Ganja Medis

By Utomo Priyambodo, Selasa, 27 April 2021 | 17:00 WIB
Wacana legalisasi ganja di Indonesia. (georgeoprea9/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id—Dwi Pertiwi memiliki seorang anak yang mengidap lumpuh otak atau cerebral palsy. Anak Dwi yang bernama Musa Ibnu Hasan Pedersen sempat menjalani terapi minyak ganja di Australia. Terapi itu membuat kondisinya membaik.

Namun ketika mereka kembali ke Indonesia, Musa tak lagi bisa mendapatkan terapi minyak ganja tersebut. Indonesia secara hitam-putih melarang keberadaan ganja, termasuk untuk tujuan medis atau pengobatan. Akibatnya, kondisi putra Dwi itu memburuk.

Dwi Pertiwi bersama dua ibu lain dan tiga organisasi telah mengajukan uji materi UU Narkotika Pasal 6 ayat 1a dan Pasal 8 ayat 1 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selama ini kedua pasal tersebut membuat pengguna terapi ganja medis di Indonesia bisa dipidana.

Hanya berselang 10 hari dari sidang perdana gugatan tersebut pada 16 Desember 2020, putra Dwi meninggal dunia. Dwi tidak mundur. Perstiwa meninggalnya Musa ini justru membuat Dwi makin sadar bahwa amat sangatlah penting untuk memperjuangkan legalisasi ganja obat di Indonesia.

Dwi tetap melanjutkan permohonan uji materi itu ke MK. Kuasa hukum pemohon sekaligus Direktur Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu meminta majelis hakim melanjutkan perkara. Sebab, berdasarkan putusan MK No. 80/PUU/XIV/2016, sebagaimana dikutip VICE, ibu bisa mewakili proses hukum anaknya yang masih di bawah 15 tahun.

Baca Juga: Senyawa Ganja Berpotensi Menghambat Replikasi Virus Corona di Manusia

Phillip Hague, kepala hortikultura di Mindful, perusahaan ganja yang berbasis di Denver, membaui aka (Yunaidi Joepoet)

“Kami membuka opsi untuk kemudian apabila Yang Mulia menyatakan tidak dapat diwakili Almarhum karena sudah meninggal, maka yang menjadi pemohon tetap Ibu Dwi Pertiwi,” kata Erasmus saat sidang, pada 21 April 2021, seperti dilansir CNN Indonesia.

"Jadi tujuan kami, Yang Mulia, dalam perbaikan ini sudah kami lampirkan lagi adalah agar nantinya negara dapat melakukan pemanfaatan, penelitian, dan pengaturan terhadap narkotika Golongan I untuk layanan kesehatan, sebagaimana telah dilakukan dan diakui berbagai negara di dunia," kata Erasmus dalam sidang. Hakim MK Suhartoyo mengatakan akan mencermati terlebih dahulu.

Dwi mengaku memberi terapi minyak ganja kepada Musa selama mereka tinggal di Victoria, Australia, pada 2016. Namun, terapi harus terhenti sekembalinya mereka ke Indonesia karena ganja medis dilarang. Jadi, menurutnya, hukum Indonesia telah menghalangi pengobatan Musa. Padahal saat Musa menjalani terapi mariyuana di Australia, Dwi mengaku melihat hasil positif dalam perkembangan kesehatan anaknya itu.

Dua ibu penggugat lain juga memiliki anak dengan penyakit lumpuh otak. Keduanya tertarik mencoba terapi minyak ganja di Australia, tapi terhalang biaya. Adapun untuk mencobanya di Indonesia jelas tak biasa karena dilarang.

Baca Juga: Australia Akan Segera Buka Kebun Ganja Obat Terbesar di Queensland

Meninggalnya Musa bukan kasus pertama terkait kebutuhan ganja medis di Indonesia. Yayasan Sativa Nusantara (YSN) menyorot kasus pidana yang menimpa Fidelis Ari Sudarwoto.

Kasus Fidelis Ari Sudarwoto, seorang pegawai negeri sipil di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, adalah contoh mutlak terlarangnnya penanaman dan penggunaan ganja di Indonesia meski untuk keperluan medis. Fidelis dipenjara sejak 19 Februari hingga 16 November 2017 akibat menanam ganja di rumahnya untuk ia berikan kepada istrinya, Yeni Riawati, yang menderita Syringomyelia, penyakit langka yang menyerang sumsum tulang belakang dan menimbulkan rasa sakit tak terkira.

Sejak diberikan ganja oleh Fidelis, Yeni merasakan sakit yang deritanya berkurang dan perkembangan kondisi fisiknya makin membaik. Akan tetapi, semenjak Fidelis ditahan oleh pihak kepolisian, Yeni tak lagi diberi ganja sebagai pereda sakitnya. Akibatnya, kondisi Yeni jadi kian memburuk dan akhirnya meninggal. Kasus ini pun akhirnya menjadi perhatian publik nasional dan memicu pro-kontra terkait status ganja yang mutlak ilegal di Indonesia.

Baca Juga: Riset Terbaru: Ganja Medis Ampuh Turunkan Tekanan Darah Pasien Lansia

Kebun ganja besar akan dibangun di Toowoomba, Queensland, dan akan menyediakan stok bagi pasar domestik dan luar negeri. (Australian Natural Therapeutics Group)

“YSN mendorong DPR dan pemerintah untuk segera merevisi UU Narkotika yang ada hari ini, agar pasien yang membutuhkan ganja medis di Indonesia memiliki akses yang terjamin hukum. Selain itu, dalam perubahan kebijakan mengenai ganja ke depan, DPR dan pemerintah juga perlu untuk memikirkan pelibatan petani lokal dan mereformasi kebijakan pidana terkait narkotika termasuk ganja. Setelah Fidelis, Yeni Riawati, Musa Pedersen, dan berbagai kasus lain yang lolos dari mata media dan masyarakat, harus berapa banyak lagi?” tulis Direktur Hukum dan Kebijakan YSN Yohan Misero dalam rilis resmi.

Protes agar ganja medis dilegalkan sebenarnya juga telah diutarakan oleh banyak orang di Indonesia. Salah satunya, juga diutarakan aktor sinetron Jeff Smith yang menyatakan keberatan ganja dikategorikan narkotika golongan satu.

Protes epik itu Jeff lakukan di tengah konferensi pers polisi dalam gelar perkara penangkapan dirinya atas kepemilikan ganja. Jeff mengaku mengonsumsi ganja sejak lulus SMA karena susah tidur.

Saat Jeff mengutarakan keberatannya soal status ganja tersebut, polisi justru menarik microphone dari Jeff dan memegang-memang pundak dan leher Jeff. Ucapan Jeff terhenti dan konferensi pers itu pun seketika juga dihentikan.