Tim Peneliti Belanda: Mangrove di Pesisir Jawa Dibekap Sampah Plastik

By Utomo Priyambodo, Kamis, 29 April 2021 | 16:00 WIB
Plastik memenuhi hutan bakau. (Nhac Nguyen/AFP)

Nationalgeographic.co.id—Hutan mangrove di pesisir utara Jawa perlahan-lahan tercekik oleh sampah plastik. Masalah plastik di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, ini sangat parah dan menjadi ancaman yang semakin besar bagi hutan mangrove di kawasan itu.

Sekelompok peneliti gabungan yang dipimpin oleh para periset dari The Royal Netherlands Institute for Sea Research (Nederlands Instituut voor Zeeonderzoek/NIOZ) melakukan penelitian lapangan terkait pencemaran sampah plastik di pantai utara Pulau Jawa tersebut. Laporan hasil riset mereka telah terbit pada tahun 2021 ini di jurnal Science of the Total Environment.

Dalam laporan tersebut, mereka menunjukkan bahwa pemulihan kondisi kawasan hutan mangrove di wilayah utara Jawa itu tidak mungkin dilakukan tanpa pengelolaan limbah yang lebih baik. Celine van Bijsterveldt, peneliti dari NIOZ, telah memantau akumulasi sampah plastik di hutan mangrove Indonesia selama bertahun-tahun.

Sebagian besar sampah plastik tersebut, termasuk dari sampah rumah tangga, terbawa dari pedalaman ke pesisir oleh aliran sungai-sungai setempat. Akhirnya, sampah plastik itu terjebak di kawasan terakhir antara darat dan laut. Menumuk di muara-muara perbatasan sungai dan laut, termasuk yang merupakan area hutan mangrove.

"Mangrove membentuk perangkap plastik yang sempurna," kata Van Bijsterveldt, dilansir Science Daily.

Baca Juga: Ikan Terjebak di Sarung Tangan Sekali Pakai, Peringatan Limbah Medis

Hutan bakau di pesisir utara Jawa dibekap sampah plastik dan sampah lainnya. (Celine van Bijsterveldt/NIOZ)

Bagi pohon-pohon mangrove, jebakan ini bisa menjadi sangat mematikan. Jenis pohon mangrove yang paling umum di pantai Jawa, mangrove abu-abu, memiliki akar yang tumbuh ke atas untuk mengalirkan oksigen saat air pasang.

"Anda dapat melihat akar ini sebagai snorkel," kata Van Bijsterveldt. 'Ketika sampah plastik menumpuk di hutan ini, snorkel terblokir." Di area yang sepenuhnya tertutup plastik, pohon-pohon ini akhirnya mati lemas.

Di lantai hutan mangrove di sepanjang pantai utara, sulit menemukan satu meter persegi tanpa plastik. "Rata-rata, kami menemukan 27 barang plastik per meter persegi," kata Van Bijsterveldt.

Di beberapa lokasi, plastik menutupi separuh lantai hutan. Masalahnya bukan hanya plastik di permukaan. Tim peneliti juga menemukan plastik-plastik yang terkubur sedalam 35 sentimeter di dalam sedimen.

Plastik yang tersangkut di lapisan atas ini semakin mengurangi akses pohon ke oksigen. Meski begitu, Van Bijsterveldt terkesan dengan ketahanan pepohonan di hutan mangrove pesisir Jawa itu.

"Akar mengubah arah saat terhalang. Mereka tumbuh di sekitar plastik. Ketika setengah dari lantai hutan tertutup, pohon itu masih mendapat cukup oksigen untuk memelihara daunnya."

Baca Juga: Lahan Gambut Tropis Tertua di Dunia Ditemukan di Pedalaman Kalimantan

Namun, prospek kelangsungan hidup pohon-pohon menjadi lebih suram setelah ambang batas 75% tercapai. Dan lalu plastik yang terkubur di sedimen mendorongnya lagi ke arah 100%.

"Kami telah melihat akar-akar tersangkut di dalam kantong plastik. Mencoba mencari jalan keluar, mereka hanya tumbuh dalam lingkaran. Akhirnya pohon-pohon yang tidak bisa tumbuh menembus plastik akan mati."

Sampah plastik memenuhi kawasan hutan bakau di pesisir utara Jawa. (Celine van Bijsterveldt/NIOZ)

Bekerja sama dengan sejumlah LSM dan komunitas lokal, Van Bijsterveldt mengerjakan proyek restorasi mangrove di pesisir Jawa itu untuk mencegah erosi lebih lanjut. Selama bertahun-tahun, banyak hutan mangrove di sana dialihfungsikan menjadi sawah dan kolam budidaya. Model bisnis yang menghasilkan keuntungan cepat tetapi kurang dalam keberlanjutan karena mempercepat erosi.

Alih fungsi hutan mangrove itu bukanlah masalah kecil di wilayah yang terancam oleh erosi pesisir dan penurunan muka tanah yang cepat. Ditambah lagi, tidak ada sarana finansial untuk membangun solusi berbiaya tinggi dan perawatan tinggi seperti tanggul.

"Mangrove membentuk pertahanan alami berbiaya rendah bagi masyarakat pesisir. Mereka bertindak seperti pemecah gelombang dan dapat mencegah erosi dengan menjebak sedimen dari air," tegas Van Bijsterveldt.

Baca Juga: Studi: Konservasi Lahan Gambut Bisa Kurangi Dampak Pandemi COVID-19

 

Upaya pemulihan kawasan mangrove ini akan membawa lebih banyak manfaat. Mangrove yang sehat berarti populasi ikan yang sehat dan ekonomi perikanan yang berkelanjutan. Industri pariwisata juga bisa menjadi hutan mangrove sebagai daya tarik yang berkembang yang meningkatkan ekonomi lokal.

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah berinvestasi dalam restorasi mangrove dalam upaya menciptakan kembali jalur hijau di sepanjang pantai. Namun, upaya restorasi itu berjalan lambat dan hutan mangrove yang ada terus mengalami tekanan.

Van Bijsterveldt melihat upaya penanaman mangrove baru di kawasan pesisir Jawa ini gagal. "Ada begitu banyak fokus pada peningkatan jumlah awal bibit mangrove, sehingga tantangan yang ditimbulkan oleh sampah plastik terhadap kelangsungan hidup pohon muda terabaikan."

"Penanaman kembali mangrove tanpa mengatasi masalah plastik seperti mencoba mengosongkan laut dengan bidal (tudung jari). Restorasi yang sukses harus sejalan dengan pengelolaan limbah yang berkelanjutan," pungkasnya.